digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kompleks Melange Luk-Ulo (LMC) terbentuk pada zona subduksi berumur Kapur yang terhenti akibat adanya kolisi mikro kontinen Jawa Timur di bagian selatan Sundaland. Melange ini dicirikan dengan adanya berbagai fragmen batuan yang tertanam pada matriks berbutir lebih halus. Fragmen-fragmen ini memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari ukuran krikil hingga bongkah dengan diameter yang dapat mencapai ratusan meter. Keberadaan batuan beku di Karangsambung masih menjadi perdebatan, terkait dengan asal-usul pembentukannya. Beberapa studi menunjukkan bahwa batuan tersebut terbentuk secara insitu, sementara studi lainnya memberikan bukti bahwa batuan tersebut merupakan bongkah dalam endapan melange. Fenomena ini terjadi karena batas antar batuan di permukaan, terutama di Kompleks Melange Luk-Ulo, cukup sulit untuk ditentukan hanya berdasarkan pemetaan geologi konvensional. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan tambahan melalui data geofisika agar interpretasi yang dihasilkan lebih reliable. Batas antar batuan di daerah tersebut dapat diindikasikan melalui perubahan densitas batuan, yang membuat pendekatan geofisika dengan metode gaya berat menjadi relevan untuk diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model 3D struktur geologi di daerah Karangsambung melalui integrasi antara data geologi dan data gaya berat. Hasil interpretasi dari model ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk rekonstruksi sejarah pembentukan daerah penelitian. Akuisisi data dalam penelitian ini menghasilkan 28 conto batuan dengan rata-rata densitas sekitar 2,61 g/cm³, sementara akuisisi data gaya berat menghasilkan 822 data. Hasil interpolasi dengan 818 data pada peta anomali Bouguer berkisar antara 68,65 hingga ?99,95 mgal. Pemisahan anomali residual menggunakan filter Butterworth – highpass dengan cut-off bilangan gelombang 0,15 yang menghasilkan anomali residual dalam rentang ?6,71 hingga 7,71 mgal, dengan anomali tinggi yang tersebar di sekitar G. Parang yang mengindikasikan tubuh batuan intrusi. Model geologi 3D disusun menggunakan enam penampang geologi berdasarkan data geologi yang tersedia. Model ini akan digunakan sebagai dasar untuk pemodelan lebih lanjut dengan input densitas sampel batuan untuk mengestimasi model apriori. Penentuan model apriori penting untuk memastikan inversi berjalan sesuai dengan prinsip geologi dan menghasilkan densitas yang teroptimasi. Dalam penelitian ini, inversi stokastik dengan pendekatan Monte Carlo dimanfaatkan untuk mencari solusi optimal. Batasan geologi diterapkan selama proses inversi, antara lain rasio bentuk (shape ratio), rasio volume (volume ratio), dan batasan densitas serta batasan stratigrafi, untuk memastikan model yang dihasilkan sesuai dengan kondisi geologi lapangan. Selain itu, iterasi dalam inversi dibatasi hingga 50 juta sehingga berhasil menurunkan misfit (RMSE) antara data kalkulasi dan data observasi gaya berat residual dari 2,8 mgal menjadi 0,54 mgal. Hasil inversi menunjukkan tiga bagian utama: (a) LMC terbagi menjadi dua zona berdasarkan kedalaman. Zona dangkal (0–2000 m) dicirikan oleh fragmen dengan densitas tinggi (2,65–2,79 g/cm³) yang tertanam dalam matriks dengan densitas rendah (2,43 ± 0,050 g/cm³). Zona dalam (>2000 m) memiliki batuan dengan densitas tinggi (2,87 ± 0,052 g/cm³), mendekati densitas gabro, yang ditafsirkan sebagai fragmen dari kerak samudera yang tercampur dalam sistem basement Melange Luk-Ulo. (b) Daerah tengah menunjukkan adanya intrusi diabas (2,77 ± 0,052 g/cm³) yang memotong batuan dasar dan Formasi Karangsambung. Pada kedalaman sekitar 3 km, terdapat batuan beku yang diinterpretasikan sebagai reservoir magma yang telah membeku. (c) Di bagian selatan, inversi menunjukkan struktur perlapisan dan perlipatan, yang disertai dengan perubahan densitas dan ketebalan lapisan, terutama pada Formasi Waturanda. Rekonstruksi geologi menunjukkan bahwa: (a) Pada pra-Tersier, Kompleks Melange Luk-Ulo terletak di zona subduksi Meratus yang terhenti pada Kapur Akhir akibat kolisi dengan mikro kontinen Jawa Timur. (b) Pada Eosen Tengah, subduksi terbentuk di selatan Jawa dengan arah barat-timur dan sudut penunjaman 60o dan diendapkan Formasi Karangsambung secara tidak selaras diatas LMC. (c) Pada Eosen Akhir hingga Oligosen, subduksi mencapai kedalaman sekitar 85–100 km, memicu vulkanisme bawah laut yang dicirikan dengan afinitas island arc tholeiitic. (d) Pada umur Oligosen Akhir-Miosen Awal, diperkirakan bahwa vulkanisme telah mereda dan daerah penelitian mengalami deformasi, erosi dan pengangkatan.