PT. Jorong Barutama Greston (JBG) merupakan salah satu perusahaan
pertambangan yang berada pada masa akhir kegiatan produksinya dan masih
memiliki beberapa lubang galian bekas tambang yang terisi air bersifat asam. Pit
M4E merupakan salah satu pit JBG yang memulai operasi penambangannya pada
tahun 2004 dan ditutup pada tahun 2006. Pada akhir kegiatan penambangan pit
M4E memiliki luas sekitar ±31,15 Ha dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
backfilling sehingga terbentuk suatu void yang apabila terisi air secara terus
menerus menyebabkan munculnya kolam bekas tambang (pit lake) yang bersifat
asam pada masa pasca tambangnya, dengan volume pit lake sebesar 7 juta m3 dan
maksimal kedalaman 25 m. Penanganan air asam tambang yang telah dilakukan
menggunakan metode in-pit water treatment dengan menambahkan kapur yang
diharapkan dapat menetralkan air asam tambang yang terbentuk. Namun
penanganan tersebut perlu mendapat perhatian karena belum diketahui tingkat
keberhasilan dan kestabilan yang dapat memperbaiki kualitas air asam tambang.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan dari metode yang diterapkan
ditinjau dari aspek kestabilan jangka panjang, efisiensi dan keefektivitasannya.
Pada pit lake M4E ditentukan 10 titik pengambilan sampel air dan sampling
dilakukan per 5 m kedalaman pada masing-masing titik. Nilai rata-rata pH sebesar
3,57. Hal ini menjadi menarik karena dua bulan sebelumnya telah dilakukan
pengapuran dan menaikkan nilai pH yang awalnya bernilai 3,50 menjadi 4,82.
Sedangkan untuk nilai kualitas air seperti Fe, Mn, Cd dan kandungan logam
lainnya yang merupakan parameter baku mutu lingkungan berada di bawah baku
mutu yang ditetapkan. Turunnya nilai pH setelah dilakukan proses pengapuran
memungkinkan terjadinya reaksi pembentukan CaSO4 yang tidak stabil sehingga
senyawa SO4 kembali terbentuk dan lepas di dalam larutan. Pendistribusian kapur
sebagai agen penetral menjadi hal yang penting karena JBG menggunakan teknik
single point dalam penanganan air asam tambangnya sehingga distribusi agen
penetralnya tidak merata. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat stabilitas dan
efisiensi jumlah kapur yang tidak sesuai dengan rekomendasi dari AMDTreat
untuk kegiatan pengapuran tersebut.