digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT. Jorong Barutama Greston (JBG) merupakan salah satu perusahaan pertambangan yang berada pada masa akhir kegiatan produksinya dan masih memiliki beberapa lubang galian bekas tambang yang terisi air bersifat asam. Pit M4E merupakan salah satu pit JBG yang memulai operasi penambangannya pada tahun 2004 dan ditutup pada tahun 2006. Pada akhir kegiatan penambangan pit M4E memiliki luas sekitar ±31,15 Ha dan tidak memungkinkan untuk dilakukan backfilling sehingga terbentuk suatu void yang apabila terisi air secara terus menerus menyebabkan munculnya kolam bekas tambang (pit lake) yang bersifat asam pada masa pasca tambangnya, dengan volume pit lake sebesar 7 juta m3 dan maksimal kedalaman 25 m. Penanganan air asam tambang yang telah dilakukan menggunakan metode in-pit water treatment dengan menambahkan kapur yang diharapkan dapat menetralkan air asam tambang yang terbentuk. Namun penanganan tersebut perlu mendapat perhatian karena belum diketahui tingkat keberhasilan dan kestabilan yang dapat memperbaiki kualitas air asam tambang. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan dari metode yang diterapkan ditinjau dari aspek kestabilan jangka panjang, efisiensi dan keefektivitasannya. Pada pit lake M4E ditentukan 10 titik pengambilan sampel air dan sampling dilakukan per 5 m kedalaman pada masing-masing titik. Nilai rata-rata pH sebesar 3,57. Hal ini menjadi menarik karena dua bulan sebelumnya telah dilakukan pengapuran dan menaikkan nilai pH yang awalnya bernilai 3,50 menjadi 4,82. Sedangkan untuk nilai kualitas air seperti Fe, Mn, Cd dan kandungan logam lainnya yang merupakan parameter baku mutu lingkungan berada di bawah baku mutu yang ditetapkan. Turunnya nilai pH setelah dilakukan proses pengapuran memungkinkan terjadinya reaksi pembentukan CaSO4 yang tidak stabil sehingga senyawa SO4 kembali terbentuk dan lepas di dalam larutan. Pendistribusian kapur sebagai agen penetral menjadi hal yang penting karena JBG menggunakan teknik single point dalam penanganan air asam tambangnya sehingga distribusi agen penetralnya tidak merata. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat stabilitas dan efisiensi jumlah kapur yang tidak sesuai dengan rekomendasi dari AMDTreat untuk kegiatan pengapuran tersebut.