








Bencana banjir bukan semata fenomena alam, melainkan pula sebuah konstruksi
sosial. Gender adalah salah satu variabel sosial yang memiliki peran penting.
Dibandingkan laki-laki, perempuan terkena dampak banjir secara tidak
proporsional. Perempuan juga sering memiliki persepsi risiko yang lebih tinggi,
tetapi sering pula tidak dianggap atau bahkan dipandang irasional sehingga
tidak dilibatkan secara adil dalam pengambilan keputusan. Pada tahun 2020,
banjir bandang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pantai Bokek, Sumatera
Utara, dan belum ada penelitian yang meninjau perbedaan persepsi risiko dan
pengambilan keputusan serta dinamika gender yang mendasarinya. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dinamika gender terkait
persepsi risiko, partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta relasi kekuasaan
antara perempuan dan laki-laki dalam menghadapi banjir di Daerah Aliran
Sungai Pantai Bokek, Sumatera Utara. Data diperoleh melalui wawancara
kelompok pada masyarakat perumahan Tanjung Selamat Indah dan masyarakat
perumahan De Flamboyan, kemudian dianalisis menggunakan metode Grounded
Theory dan Critical Discourse Analysis. Analisis dibagi menjadi tiga bagian:
persepsi risiko, pengambilan keputusan, dan dinamika kekuasaan. Bagian
persepsi risiko yang ditinjau dari faktor kesadaran akan risiko, kesiapsiagaan,
dan kekhawatiran menunjukkan tingkat persepsi risiko yang lebih tinggi pada
perempuan sekalipun tidak selalu diakui secara eksplisit oleh perempuan, apalagi
oleh laki-laki. Bagian pengambilan keputusan menguak bagaimana laki-laki
sering dianggap sebagai “pemimpin” terutama pada fase saat bencana terjadi,
kendati kenyataannya perempuan yang lebih banyak mengambil keputusan
berguna terutama pada fase prabencana dan pascabencana, menjadikan mereka
sebagai “pemimpin di balik layar”. Bagian dinamika kekuasaan menggali relasi
kekuasaan antara perempuan dan laki-laki serta konsekuensinya, menyoroti
bagaimana peran gender tradisional masih dilestarikan dengan perempuan
menjalankan otoritas informal di ranah domestik sementara laki-laki
mempertahankan kekuasaan simbolis di ranah publik. Akibatnya, perempuan
menanggung beban konsekuensi yang lebih besar, melanggengkan
ketidaksetaraan gender sistemik yang menyebabkan upaya menghadapi banjir di
DAS Pantai Bokek, Sumatera Utara masih belum optimal.