digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bencana banjir bukan semata fenomena alam, melainkan pula sebuah konstruksi sosial. Gender adalah salah satu variabel sosial yang memiliki peran penting. Dibandingkan laki-laki, perempuan terkena dampak banjir secara tidak proporsional. Perempuan juga sering memiliki persepsi risiko yang lebih tinggi, tetapi sering pula tidak dianggap atau bahkan dipandang irasional sehingga tidak dilibatkan secara adil dalam pengambilan keputusan. Pada tahun 2020, banjir bandang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pantai Bokek, Sumatera Utara, dan belum ada penelitian yang meninjau perbedaan persepsi risiko dan pengambilan keputusan serta dinamika gender yang mendasarinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dinamika gender terkait persepsi risiko, partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki dalam menghadapi banjir di Daerah Aliran Sungai Pantai Bokek, Sumatera Utara. Data diperoleh melalui wawancara kelompok pada masyarakat perumahan Tanjung Selamat Indah dan masyarakat perumahan De Flamboyan, kemudian dianalisis menggunakan metode Grounded Theory dan Critical Discourse Analysis. Analisis dibagi menjadi tiga bagian: persepsi risiko, pengambilan keputusan, dan dinamika kekuasaan. Bagian persepsi risiko yang ditinjau dari faktor kesadaran akan risiko, kesiapsiagaan, dan kekhawatiran menunjukkan tingkat persepsi risiko yang lebih tinggi pada perempuan sekalipun tidak selalu diakui secara eksplisit oleh perempuan, apalagi oleh laki-laki. Bagian pengambilan keputusan menguak bagaimana laki-laki sering dianggap sebagai “pemimpin” terutama pada fase saat bencana terjadi, kendati kenyataannya perempuan yang lebih banyak mengambil keputusan berguna terutama pada fase prabencana dan pascabencana, menjadikan mereka sebagai “pemimpin di balik layar”. Bagian dinamika kekuasaan menggali relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki serta konsekuensinya, menyoroti bagaimana peran gender tradisional masih dilestarikan dengan perempuan menjalankan otoritas informal di ranah domestik sementara laki-laki mempertahankan kekuasaan simbolis di ranah publik. Akibatnya, perempuan menanggung beban konsekuensi yang lebih besar, melanggengkan ketidaksetaraan gender sistemik yang menyebabkan upaya menghadapi banjir di DAS Pantai Bokek, Sumatera Utara masih belum optimal.