digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Urbanisasi merupakan fenomena global yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia, terutama di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. Berdasarkan data World Bank, lebih dari separuh populasi dunia saat ini tinggal di wilayah perkotaan. Urbanisasi membawa dampak positif berupa pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berdampak negatif seperti meningkatnya alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan terbangun. Fenomena ini terjadi di berbagai wilayah, termasuk di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, yang memiliki jumlah penduduk terbesar. Berdasarkan proyeksi BPS, tingkat urbanisasi di Jawa Barat meningkat dari 65,7% pada tahun 2010 menjadi 89,3% pada tahun 2035. Kabupaten Cirebon sebagai wilayah penyangga utama Kota Cirebon terdampak pengaruh urbanisasi dan industrialisasi akibat perkembangan kota tersebut. Berdasarakan hasil klasifikasi BPS, pada tahun 2000 proporsi desa perkotaan di Kabupaten Cirebon adalah 32,31%, tetapi meningkat drastis menjadi 73,58% pada 2010 dan mencapai 95,75% pada 2020 sehingga menyisakan hanya 4,25% desa perdesaan. Kabupaten Cirebon, yang berlokasi di Pantai Utara Jawa Barat, memiliki peran strategis sebagai lumbung pangan. Namun, perkembangan wilayah dan alih fungsi lahan sawah yang terus berlangsung menyebabkan penyusutan luas lahan sawah sebesar 4.888 hektar selama periode 2010–2023. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan dinamika perkembangan perkotaan dan alih fungsi lahan sawah serta implikasinya terhadap daya dukung pangan di Kabupaten Cirebon. Dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, serta metode survei, penelitian ini memanfaatkan data sekunder dari berbagai instansi pemerintah dan data tutupan lahan menggunakan platform Global Human Settlement Layer (GHSL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2000–2020, rata-rata laju pertumbuhan luas lahan terbangun di Kabupaten Cirebon adalah 4,679%, dengan Kecamatan Pangenan sebagai wilayah tertinggi. Sebaliknya, laju penyusutan luas lahan non-terbangun mencapai -1,544%, dengan Kecamatan Kedawung yang tertinggi. Penyusutan luas lahan sawah rata-rata - 4,449%, juga yang tertinggi di Kecamatan Kedawung. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk perkotaan mencapai 6,18%, jauh lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan penduduk secara keseluruhan, yang menggambarkan tingkatii urbanisasi yang masif. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,823 % dengan Kecamatan Plumbon yang tertinggi sedangkan rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor industri pengolahan sebesar 5,366 % dengan Kecamatan Waled yang tertinggi Hasil regresi linear berganda mengidentifikasi bahwa dua variabel independen yaitu laju pertumbuhan penduduk perkotaan dan laju pertumbuhan rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan, paling signifikan mempengaruhi penyusutan luas lahan sawah di Kabupaten Cirebon dengan nilai R2 sebesar 43,7%. Kabupaten Cirebon dalam dua puluh tahun terakhir telah menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan yang dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor industri pengolahan dalam struktur perekonomian daerah. Dinamika perkembangan perkotaan di Kabupaten Cirebon berimplikasi serius terhadap daya dukung pangan. Pada tahun 2010 Kabupaten Cirebon masih berstatus surplus daya dukung beras yang ditopang oleh 24 kecamatan. Namun, pada tahun 2023 hanya 17 kecamatan yang berstatus surplus, sehingga secara keseluruhan Kabupaten Cirebon telah menjadi wilayah defisit daya dukung beras. Penelitian ini merumuskan dua strategi untuk pengendalian alih fungsi lahan sawah dalam rangka menjaga ketersediaan pangan di Kabupaten Cirebon. Strategi pertama adalah penetapan kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (P-LP2B), yang bertujuan melindungi lahan pertanian sawah dari alih fungsi. Strategi kedua adalah pemberian insentif kepada petani, seperti subsidi dan pemberdayaan, untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menjaga keberlanjutan lahan sawah. Upaya ini penting untuk memastikan Kabupaten Cirebon tetap memiliki ketahanan pangan di tengah tantangan urbanisasi yang terus berkembang.