digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bisnis oil & gas masih menjadi bisnis yang menarik bagi investor saat ini. Yang berubah adalah dalam membuat keputusan investasi, investor tidak hanya melihat indicator bisnis seperti ROA, ROI, Profitability. Indikator baru yang juga penting membuat keputusan adalah nilai risiko ESG yang mengindikasikan keberlangsungan bisnis dari suatu perusahaan. Teori agensi dan teori pemangku kepentingan menjelaskan hubungan antara aspek Lingkungan, Sosial, dan Pengelolaan usaha terhadap performa bisnis. PT. X adalah perusahaan energi nasional yang sedang berkembang dengan visi menjadi perusahaan kelas dunia, saat ini masih menjadikan energi fosil sebagai tulang punggung bisnisnya. Namun untuk menjawab kebutuhan global mengenai energi hijau PT. X pun mengembangkan bisnisnya ke bidang energi yang ramah lingkungan seperti panas bumi, matahari, dan lainnya. Strategi ini sejalan dengan program pemerintah Indonesia menuju Net Zero Emission 2060. Untuk membiayai operasi-nya dan membagi risiko PT. X membuka kesempatan investor untuk berinvestasi dengan cara menjual saham di bursa. Untuk menarik investor, selain meningkatkan performa bisnis, PT. X juga mengejar ESG rating yang baik. Saat ini ESG score PT. X dari Sustainalytics adalah 20.7. Score ini menjadikan PT. X sebagai peringkat-1 dari 61 perusahaan oil & gas di dunia. Ambisi PT. X adalah mempertahankan dan terus memperbaiki score ESG-nya. Beberapa goal ditetapkan PT. X untuk tujuan ini salah satunya adalah safety performance yakni Total Recordable Injury Rate / TRIR. Setiap tahun batas TRIR yang ditetapkan semakin kecil, artinya jumlah insiden recordable per total jam kerja yang bisa diterima semakin sedikit. Tahun ini nilai TRIR PT. X adalah 0.19. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dari rata-rata anggota IOGP yakni 0.7. Saat menetapkan target ini PT. X tidak banyak melibatkan anak perusahaannya. Dari studi yang dilakukan tim ahli di universitas Harvard, stretch goal memiliki sisi positif dan negatif ibarat dua sisi mata koin. Sisi positif dari stretch goal adalah meningkatkan kinerja dari pekerja/ unit bisnis. Sisi negatifnya antara lain kebiasaan melanggar etika, mengambil tindakan berisiko. Karenanya stretch goal harus dibuat dengan hati-hati layaknya dokter meracik obat karena jika tidak maka stretch goal dapat menjadi liar. Para ahli itupun merancang 10 pertanyaan yang dapat dipakai untuk menguji apakah sebuah stretch goal akan menjadi liar atau tidak. Goal TRIR ini berlaku di semua anak perusahaan PT. X termasuk PT. XY. Lokasi operasi PT. XY adalah di blok migas terbesar di Kalimantan Timur. Sebelumnya blok ini dioperasikan oleh salah satu perusahaan migas besar di dunia mulai tahun 1970 hingga akhir 2017 kemudian dilanjutkan oleh PT. XY mulai awal 2018 sampai saat ini. Tantangan PT. XY adalah mempertahankan tingkat produksi migas di blok mature yang produksinya terus menurun. Tantangan ini direspon dengan program kerja yang masif antara lain pemboran 100 sumur/tahun, intervensi sumur, dan juga proyek konstruksi & instalasi fasilitas produksi di lepas pantai. Semua kegiatan ini melibatkan banyak pekerja dan memiliki risiko tinggi. Budaya keselamatan pekerja sangat penting untuk mendukung pecapaian goal ini. Hasil survey budaya keselamatan yang dilakukan beberapa kali menyimpulkan bahwa budaya keselamatan pekerja di PT. XY terus menurun dari level Proactive menjadi Calculative. PT. XY memerlukan strategi baru untuk mencapai target TRIR. Tim keselamatan dari PT. XY mengusulkan agar perusahaan fokus untuk meningkatkan efektifitas program keselamatan yang sudah ada daripada membuat program keselamatan baru. Alasannya sumber daya yang terbatas sehingga bila harus melaksanakan seluruh program maka hasilnya tidak akan optimal. Munculnya banyak program keselamatan baru setiap tahun akan membuat bingung pekerja di garis depan. Bila perusahaan memfokuskan upayanya pada program keselamatan yang tepat, maka kinerja keselamatan akan meningkat. PT. XY kemudian menyelenggarakan FGD untuk menentukan program keselamatan mana yang harus menjadi fokus perusahaan di tahun 2024. Semua peserta dalam group bekerja sama membandingkan dan mengurutkan enam hal yang menyebabkan kecelakaan dengan kerugian besar (recordable) & kejadian berpotensi kerugian besar (HIPO). Data yang dipakai adalah catatan kecelakaan kerja di periode 2014 – 2022. Selanjutnya mereka membandingkan dan mengurutkan enam program HSSE berdasarkan efektivitasnya mengatasi enam hal penyebab insiden. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan dalam proses ini. Hasilnya dari enam program Keselamatan yang diuji, program TEMAN terpilih menjadi prioritas utama PT. XY di 2024 dan tahun mendatang. Langkah berikutnya adalah melakukan survei program TEMAN. Survei ini berhasil mengungkapkan beberapa permasalahan yang membuat program TEMAN belum optimal dilaksanakan. Thesis ini mengusulkan agar PT. XY menggunakan kerangka kerja OKR untuk meningkatkan budaya keselamatan dan program TEMAN. OKR dipilih karena telah terbukti berhasil membuat perusahaan besar seperti Intel, Google, IBM dapat merealisasikan tujuan ambisius mereka dengan efek samping yang minimal/tanpa efek samping sama sekali. Bila TEMAN dan Budaya Keselamatan berhasil dilaksanakan dengan OKR, metode yang sama dapat digunakan untuk goal lainnya.