Peningkatan pengelolaan hutan lestari saat ini menjadi perhatian utama bagi
pemerintah Indonesia sebagai negara yang memiliki sebagian besar wilayahnya
berstatus hutan. Berbagai tipe formasi serta karakteristik hutan yang ada membentuk
hutan menjadi suatu ekosistem yang kompleks. Kompleksitas hutan tersebut
menjadikan hutan sebagai subjek penghasil jasa ekosistem yang sangat dibutuhkan
dalam mengatur keseimbangan di muka bumi. Salah satu jasa ekosistem yang sedang
menjadi perhatian dunia ialah pengaturan iklim sebagai salah satu contoh jasa pengatur
yang dihasilkan oleh ekosistem. Kegiatan penanaman hutan kembali merupakan salah
satu upaya restorasi hutan atau upaya dalam rangka memulihkan kembali kondisi hutan
yang telah rusak ke kondisi semula. Restorasi hutan dilakukan dengan harapan dapat
memulihkan kondisi keanekaragaman hayati serta jasa lingkungan dari hutan tersebut.
Dalam skala global, kegiatan ini dapat meningkatkan penyerapan dan penyimpanan
karbon dioksida di hutan dan berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Salah satu skema yang dapat menjadi alternatif restorasi hutan yaitu skema
REDD+ atau Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation
merupakan mekanisme global dalam Konvensi Perubahan Iklim yang dapat diikuti
oleh negara berkembang seperti Indonesia. Mekanisme ini menawarkan insentif
ekonomi yang akan diberikan kepada negara berkembang untuk mendorong
pengelolaan hutan berkelanjutan dalam rangka pengurangan emisi karbon.
Areal Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus - Hutan Pendidikan Gunung
Geulis (KHDTK-HPGG) sebagai Hutan Pendidikan ITB terletak di dalam satu
hamparan yang berada di delapan wilayah desa administratif yang berbatasan langsung
dengan masyarakat sehingga deforestasi maupun degradasi hutan menjadi ancaman
yang perlu untuk diwaspadai. Untuk mengatasi ancaman tersebut, maka dibutuhkan
pola pengelolaan yang tidak hanya mengutamakan aspek ekologi tapi juga
mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat di sekitar hutan. Sehingga skema
REDD+ dianggap dapat menjadi alternatif program yang mencakup aspek ekologi,
ekonomi maupun sosial. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi baseline emisi
karbon sebelum adanya implementasi kegiatan REDD+, mengestimasi nilai kredit
karbon yang dapat dihasilkan setelah adanya implementasi kegiatan REDD+, serta
menentukan strategi implementasi skema REDD+ di areal KHDTK- HPGG.
Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis citra landsat menggunakan
Google Earth Engine untuk mendapatkan peta tutupan lahan selama 20 tahun,
kemudian perhitungan manfaat dan nilai kredit karbon dihitung dengan pendekatan
sesuai metode yang dikeluarkan oleh IPCC, serta penentukan strategi implementasi
dilakuan dengan analisis SWOT - QSPM. Hasil analisis citra landsat menunjukan
adanya empat tipe tutupan lahan yaitu non vegetasi, vegetasi jarang, vegetasi sedang
dan vegetasi rapat. Adapun nilai baseline stok karbon sebesar 173,226 ton CO2e / tahun
atau 47,244 ton C / ha. Hal ini menunjukkan bahwa KHDTK – HPGG berperan sebagai
penyerap karbon selama periode 2003 - 2023. Dengan nilai baseline tersebut,
rancangan pola restorasi dilakukan dengan membagi menjadi dua blok yaitu zona
pengayaan tanaman dan zona peningkatan cadangan karbon. Zona pengayaan tanaman
merupakan blok dengan kondisi tutupan lahan yang di dominasi oleh tanah terbuka dan
Kaliandra. Adapun zona peningkatan cadangan karbon merupakan blok dengan kondisi
tutupan lahan yang didominasi oleh Pinus, Mahoni serta hutan campuran. Pada zona
pengayaan tanaman akan ditanam spesies pohon dengan kategori fast growing tree
species dan multi purpose tree species sedangkan pada zona peningkatan cadangan
karbon akan ditanam spesies pohon yang memiliki wood density dalam kategori tinggi.
Adapun hasil dari estimasi nilai kredit karbon dengan skenario business as usual
sebesar Rp. 4.785.184.127,- dan dengan skenario peningkatan cadangan karbon dari
penanaman tanaman selama 20 tahun sebesar Rp. 9.836.187.765. Dalam rangka
implementasi skema REDD+ di KHDTK – HPGG maka direkomendasikan tiga
strategi utama yaitu peningkatan kapasitas dan teknologi, kolaborasi dan
pemberdayaan masyarakat sekitar, serta penguatan regulasi dan pengawasan kawasan
di KHDTK – HPGG.