digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_DHIYAUL AULIYAH MUSLIMIN
PUBLIC Open In Flip Book Lili Sawaludin Mulyadi

Indonesia sebagai negara tropis, mengalami peningkatan suhu akibat perubahan iklim. Pekerja luar ruangan yang terpapar suhu panas dalam jangka waktu yang lama dan tanpa perlindungan sangat rentan terhadap penyakit yang berhungan dengan panas seperti kelelahan dan gejala heat strain. Kota semarang sebagai salah satu daerah tropis yang terletak di area pesisir memiliki suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap pekerja akibat kondisi kerja yang tidak terlindungi. Penelitian ini mengeksplorasi Profil risiko kelelahan kerja dan gejala heat strain di antara 120 pekerja luar ruangan di Semarang, termasuk pedagang kaki lima, tukang becak, pekerja konstruksi, dan petugas parkir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengukur iklim kerja dengan menggunakan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT), sementara heat strain dievaluasi dengan Physiological Strain Index (PSI) berdasarkan suhu tubuh dan detak jantung sebelum dan setelah bekerja, kemudian tekanan darah akan diukur apakah terdapat perbedaan nilai yang signifikan. Kelelahan kerja dinilai melalui uji waktu reaksi dan kuisioner Subjective Self Rating Test (SSRT) dari IRFC, dan kuesioner High Occupational Temperature Health and Productivity Suppression (HOTHAPS) digunakan untuk menganalisis persepsi dan perilaku pencegahan pekerja. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan software R-Studio. Statistik deskriptif digunakan untuk menghitung rata-rata ± standar deviasi untuk setiap variabel. Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk menilai normalitas data (nilai p <0,05 menunjukkan distribusi yang tidak normal). Uji Kruskal-Wallis dan post-hoc dilakukan pada data yang tidak berdistribusi normal untuk mengidentifikasi perbedaan yang signifikan di seluruh jenis pekerjaan. Hubungan antara karakteristik individu terhadap kelelahan kerja dan gejala heat strain dianalisis menggunakan regresi kuantil. Sementara, untuk hubungan antara iklim kerja panas terhadap kelelahan kerja dan gejala heat strain dianalisis menggunakan regresi linier berganda, serta perilaku pencegahan sebagai mediator pada hubungan antara iklim kerja dan gejala heat strain dianalisis menggunakan analisis mediasi. Penelitian ini menemukan bahwa usia memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja psikomotorik (??= 0,005 dan LB?= 0.004, LB?= 0.006) dan peningkatan kelelahan mental (??= 0,115 dan LB?= -0,124, LB?= 0.057), untuk gejala heat strain dipengaruhi oleh usia (??= 0,029 dan LB?= 0.010, LB?= 0.052) dan IMT (??= 0,208 dan LB?= 0.009, LB?= 0.770), sementara karakteristik individu lainnya tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kelelahan dan gejala heat strain. Iklim kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja psikomotorik (?= 0.191 dan p= 0.000). Untuk kelelahan mental, iklim kerja buruk juga berpengaruh signifikan (?= 5.097 dan p= 0.000). Iklim kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap gejala heat strain (?= 1.345 dan p= 0.000). Analisis moderasi menunjukkan usia (p = 0,002) dan masa kerja (p = 0,002) mempengaruhi hubungan antara iklim panas dan kinerja psikomotorik. Namun, pada kelelahan mental dan gejala heat strain, hanya masa kerja (p = 0,05) yang hampir signifikan, sedangkan faktor lainnya tidak memoderasi hubungan tersebut. Hubungan antara iklim kerja dan gejala heat strain melalui mediator perilaku pencegahan menunjukkan bahwa perilaku pencegahan tidak berpengaruh secara signifikan (?= 0.011 dan p= 0.650) sebagai mediator yang dapat berpengaruh terhadap penurunan gejala heat strain, faktor lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini mungkin lebih relevan. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik individu usia dan indeks massa tubuh (IMT) secara signifikan memengaruhi kinerja psikomotorik dan tekanan panas. Iklim kerja panas meningkatkan kinerja psikomotorik, kelelahan mental, dan gejala heat strain, dengan efektivitas perilaku pencegahan yang terbatas dalam mitigasi.