Kardiovaskular merupakan penyakit yang disebabkan oleh penyimpitan pembuluh darah. Penumpukan plak lemak yang terbentuk dari kadar kolesterol (Low-density lipoprotein) LDL yang terlalu tinggi meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Plak ini dapat mempersempit pembuluh darah, menghambat aliran darah, dan meningkatkan tekanan darah, serta dapat menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, memicu peradangan, dan meningkatkan risiko terjadinya bekuan darah (trombosis) yang berpotensi menyebabkan serangan jantung atau stroke. Penanganan dalam mengukur kadar kolesterol dalam darah merupakan langkah penting dalam deteksi dini risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, pengembangan teknologi biosensor yang dapat mendeteksi konsentrasi kolesterol secara cepat dan akurat dapat membantu dalam upaya pencegahan serta pengelolaan penyakit jantung. Biosensor berbasis Surface Plasmon Resonance (SPR) merupakan metode deteksi yang menjanjikan karena keunggulannya dalam pemantauan secara Real-time dan deteksi tanpa label. Peningkatan aktivitas plasmon pada biosensor SPR dapat menggunakan modifikasi lapisan material yang ditambahkan pada permukaan film tipis emas (Au). Molybdenum Disulfida (MoS2) yang tersusun dari lapisan molybdenum (Mo) yang terjepit di antara dua lapisan sulfur (S) yang memiliki permukaan yang luas dan termasuk dalam salah satu kelompok material 2D dengan efisiensi penyerapan optik yang baik, sehingga material ini berpotensi untuk meningkatkan performa deteksi sebagai pemodifikasi pada biosensor SPR. Harga perangkat SPR yang sangat tinggi berkisar 215 juta rupiah menjadikan perangkat SPR memiliki akses yang terbatas bagi peneliti di Indonesia. Selain itu tidak semua distributor menyediakan perangkat SPR di dalam negeri, sehingga pengembangan perangkat SPR yang portable dilakukan pada penelitian ini yang selanjutnya disebut dengan SPR-AFM.
Konfigurasi Kretschman pada pengembangan perangkat SPR-AFM menggunakan sumber cahaya berupa laser dengan panjang gelombang spesifik yakni 633 nm dengan sebuah polarisator yang dipasang sejajar pada film tipis emas yang bertujuan untuk memaksimalkan interaksi elektron pada permukaan logam dengan medan elektrik dari cahaya. Penempatan komponen fotodioda Hamatsu S1223-01
sejajar secara vertikal dibawah laser dengan menggunakan prisma BA4010 pada perangkat ini, dengan bagian belakang prisma dibuat reflektif agar cahaya datang sama dengan cahaya pantul. Lapisan tipis emas yang telah dimofikasi dengan material molybdenum disulfida (MoS2) untuk deteksi kolesterol dipasang di bagian atas prisma menggunakan immersion oil. Selanjutnya larutan analit target dialirkan menggunakan flow cell pada lapisan tipis logam yang termodifikasi MoS2. Metode hidrotermal sebagai metode sintesis MoS2 untuk memperoleh morfologi nanosheet. Modifikasi MoS2 dilakukan dengan memvariasikan perbandungan jumlah mol dari material pembentuk yakni sodium molybdate dihydrate dan thioactamide (1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5) yang selanjutnya disebut dengan S1, S2, S3, S4 dan S5. Cahaya ditembakkan menuju permukaan logam melalui prisma. Elektron bebas yang berada pada lapisan logam akan mengalami resonansi akibat dari penyerapan energi dari gelombang cahaya terpolarisasi -p yang diinduksikan oleh prisma. Elektron yang beresonansi akan menyebabkan terjadinya fenomena plasmon pada lapisan antarmuka logam dengan dielektrik, sehingga menyebabkan terjadinya gelombang evanescent. Gelombang inilah yang berkontribusi dalam merekam interaksi biomolekul yang terjadi pada lapisan logam. Fenomena ini mengakibatkan reflektansi cahaya melemah dan terbentuk dip pada kurva dengan memvariasikan sudut sinar datang.
Berdasarkan hasil XRD, variasi jumlah mol pada MoS2 berpengaruh terhadap puncak difraksi yang menindikasikan kristalinitas dari MoS2. Sedangkan berdasarkan hasil SEM, pengaruh variasi yang cukup jelas dalam morfologi MoS2 yang dihasilkan. Terlihat bahwa variasi S1 dan S2 tidak jauh berbeda dengan morfologi seperti nanoflake yang terkumpul dalam beberapa bulatan yang menyerupai nanoflower. Pada S3 dan S4 merupakan bentuk amorf yang dibuktikan pada XRD terdapat penurunan intensitas puncak difraksi pada S3 dan S4. Sedangkan S5 terlihat hampir menyerupai nanosheet dengan asumsi perbesaran SEM diperbesar. Pengujian surface area dari hasil BET menunjukkan bahwa S5 memiliki surface area yang paling besar di antara variasi sampel lainnya. Namun pengujian hasil SPR yang telah dirancang pada penelitian ini menunjukkan sinyal yang paling baik dalam hasil pengukuran SPR. Produk sintesis tersebut kemudian digunakan dalam pengujian SPR untuk mendeteksi kolesterol dengan variasi konsentrasi 0,01; 0,10; 1; 5; 10; dan 100 mM. Setiap chip menunjukkan respon deteksi berupa peningkatan perubahan respon unit (?RU) yang berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi analit.