digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Curah hujan di Sentani, Papua, menunjukkan variasi signifikan akibat posisinya yang berada di pesisir laut dan dikelilingi oleh pegunungan. Data pengamatan BMKG Sentani untuk tahun 2018-2022 menunjukkan bahwa intensitas dan frekuensi curah hujan tertinggi terjadi pada dini hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan curah hujan di Sentani, khususnya curah hujan pada dini hari, dengan mengkaji kondisi atmosfer, konvergensi angin, dan potensi pembentukan sistem konvektif. Untuk mengetahui pola dan perubahan curah hujan, digunakan metode peratarataan dan analisis anomali dari parameter cuaca yang berpengaruh dalam pembentukan hujan. Data yang digunakan meliputi curah hujan dari Integrated Multi-satellite Retrievals for Global Precipitation Measurement (IMERG) Final Precipitation dengan resolusi spasial 0,1° × 0,1° untuk menganalisis variasi hujan, serta data dari European Centre for Medium-range Weather Forecast (ECMWF) ERA5 dengan resolusi 0,25° × 0,25°, mencakup parameter cuaca seperti temperatur permukaan 2 meter, arah dan kecepatan angin zonal (u), angin meridional (v), angin vertikal (w), temperatur dan kelembapan spesifik pada lapisan 1000 hPa, serta Vertically Integrated Moisture Divergence (VIMD) untuk mengkaji sirkulasi atmosfer yang mempengaruhi variasi curah hujan diurnal di Sentani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas dan frekuensi curah hujan tertinggi terjadi pada musim DJF, diikuti oleh musim MAM dan SON, sementara musim JJA memiliki curah hujan terendah. Hujan dini hari terjadi sepanjang tahun di daerah penelitian, dengan intensitas dan frekuensi tertinggi pada musim DJF dan MAM. Hujan di wilayah penelitian cenderung berpropagasi dari darat menuju lautan, dengan pola penjalaran dari barat ke timur. Hujan umumnya terbentuk di daratan pada malam hingga dini hari, sedangkan dari dini hari hingga sore hari, hujan lebih dominan terjadi di lautan dan wilayah pesisir. Sentani memiliki potensi kejadian hujan sepanjang tahun dari sore hingga pagi hari. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi uap air yang cukup besar dan potensi pembentukan awan konvektif. Sistem konvektif ini mampu bertahan lama karena adanya cool pool yang mendukung pembentukan kembali sistem konvektif di daerah penelitian. Kejadian hujan dini hari lebih intensif pada musim DJF dan MAM karena angin meridional yang membawa massa udara lembap dari lautan menuju daratan.