Pemanasan global yang menyebabkan peningkatan temperatur udara merupakan isu
terkini di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Rata-rata temperatur udara di Indonesia
berada di atas 27°C yang menyebabkan ketidaknyamanan termal pada individu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi individu terhadap faktor yang
memengaruhi kenyamanan termal serta mengetahui hubungan kondisi lingkungan
kerja terhadap kenyamanan termal dan performansi kognitif.
Kuesioner pendahuluan disebar dan diisi oleh 296 responden, dimana lebih dari 50%
menyatakan bahwa kenyamanan termal dipengaruhi oleh temperatur udara,
kelembaban udara, kecepatan udara, jenis aktivitas dan pakaian. Temuan ini divalidasi
melalui eksperimen dengan desain eksperimen within subject. Dua puluh partisipan
terpapar empat kondisi lingkungan berbeda dengan nilai temperatur 20°C dan 25°C,
kelembaban RH55% dan RH70%, serta kecepatan udara 0 m/s dan 0.5 m/s. Selama
durasi eksperimen 86 menit, partisipan melakukan tes change blindness dan counting.
Selain itu, respon subjektif mengenai usaha kognitif (RSME), sensasi termal (TSV),
dan kenyamanan termal (TCV) serta pengukuran gelombang otak menggunakan muse
EEG diukur pada masing-masing partisipan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang berbeda tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap performansi kognitif serta aktivitas
gelombang otak partisipan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan adaptasi seorang
individu terhadap variasi temperatur udara sehingga dapat mempertahankan performa
tugas secara stabil. Selain itu, kondisi lingkungan yang berbeda memengaruhi respon
subjektif (RSME, TSV, dan TCV) secara signifikan. Kondisi 2 dengan nilai temperatur
udara 20°C merupakan kondisi dengan nilai RSME tinggi dan partisipan merasa
sensasi “cool” yang menyebabkan ketidaknyamanan termal. Tidak ada perbedaan
besar mengenai rata-rata hasil kuesioner subjektif di tiga kondisi lingkungan lain. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa partisipan hanya peka terhadap perubahan
temperatur udara saja dan individu di negara tropis cenderung dapat mempertahankan
performansi kerja dalam kondisi ruangan yang lebih dingin.