Penelitian ini dilatarbelakangi tingginya harga udang vannamei beku export dibandingkan harga market (selisih sekitar $1.3 – $2.4) yang didominasi oleh penawaran dari perusahaan asal India dan Ekuador pada tahun 2023. Hal ini menyebabkan kurangnya daya saing perusahaan untuk dapat berkompetisi dalam pasar ekspor udang ke Amerika. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengevaluasi aspek dalam value chain komoditas udang vannamei yang memengaruhi daya saing, reduksi biaya, dan peningkatan profit. Hal ini kemudian dijadikan bahan untuk mengusulkan strategi dan perbaikan desain rantai pasok.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif delphi melalui expert interview dengan pendekatan teori analisis industri dan rantai nilai dari Porter, dipadukan dengan pengukuran model VRIN. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat 7 aspek memengaruhi daya saing yaitu startegi integrasi di hulu, sertifikasi untuk perizinan export, dukungan teknis budidaya, digitalisasi informasi ketelursuran, Pengiriman udang segar < 10 jam, strategi integrasi di hilir, dan antisipasi terhadap fluktuasi harga udang. Sementara itu, terdapat 3 struktur cost yang signifikan dalam supply chain yaitu biaya bahan baku (udang segar), biaya manufaktur, dan potensi margin distribusi hilir. Perbaikan desain rantai pasok dilakukan dengan 4 skenario sesuai kondisi area/ wilayah yang ada di Indonesia. Hasilnya, reduksi biaya dapat dilakukan sekitar 21-35% dan perbaikan margin 822%. Skenario 4 adalah desain rantai pasok yang memberikan hasil paling optimal. Skenario tersebut yaitu mengkombinasi pembangunan tambak sendiri dan sistem kontrak budidaya untuk mendapatkan supplu udang murah dan berkualitas, penerapan teknologi budidaya untuk peningkatan produktivitas, hasil udang segar dikirim langsung ke pabrik sendiri (distribusi < 10 jam), dan yang terakhir hasil produksi udang beku di kirim langsung ke perusahaan yang terafiliasi di hilir untuk disalurkan kepada konsumen.