Permintaan timah di pasar global diprediksi terus mengalami peningkatan. Logam
timah dapat diaplikasikan pada berbagai sektor industri mulai dari elemen minor
hingga komponen utama yang bersifat krusial pada perkembangan teknologi
modern. Teknologi peleburan timah yang proven dan sedang digunakan di
Indonesia adalah reverberatory furnace dan top submerged lance (TSL) furnace.
Salah satu masalah serius yang tengah dihadapi pada peleburan timah adalah korosi
terhadap refraktori bagian dalam yang berkontak langsung dengan terak. Material
refraktori yang umum digunakan adalah refraktori berbasis magnesia. Sejumlah
keunggulan refraktori berbasis magnesia antara lain sifat mekanik dan ketahanan
yang baik pada temperatur tinggi, efisiensi termal yang baik, ketahanan terhadap
serangan terak basa, dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan alumina.
Akan tetapi, refraktori berbasis magnesia memiliki keterbatasan pada lingkungan
terak yang asam dan ekspansi termal yang tinggi sehingga dapat menimbulkan
celah dan retakan yang dapat mendegradasi lapisan refraktori. Di sisi lain, refraktori
berbasis alumina dapat dijadikan sebagai alternatif khususnya ketika menghadapi
sifat terak yang tidak menentu karena alumina memiliki sifat amfoter. Meskipun
demikian, interaksi berkelanjutan dalam durasi yang panjang dapat menyebabkan
material refraktori mengalami pengikisan yang semakin masif. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan refraktori alumina yang
diaplikasikan pada refraktori peleburan timah.
Serangkaian simulasi termodinamika dan percobaan skala laboratorium telah
dilakukan. Perangkat lunak FactSage 8.2 digunakan untuk menyimulasikan
kelarutan Al2O3 di dalam terak dan rasio %Sn terak dengan %Sn logam (L) pada
proses peleburan timah teknologi TSL furnace tahap smelting dan reduction.
Parameter yang divariasikan antara lain Fe/SiO2 0,3 – 1,6, CaO/SiO2 0,3 – 1,6, %Sn
terak 3 – 20%, dan temperatur 1100 – 1600oC. Selanjutnya, percobaan skala
laboratorium dilakukan untuk memverifikasi hasil simulasi yang tersedia.
Percobaan peleburan dilakukan dengan menggunakan terak sintetis SnO-FeO-CaOSiO2-
Al2O3 di dalam vertical tube furnace pada temperatur 1300oC selama 2 jam.
Parameter yang divariasikan, yaitu Fe/SiO2 0,3 – 1,6, CaO/SiO2 0,3 – 1,6, dan %Sn
terak 3 – 20%. Sampel hasil peleburan dianalisis dengan menggunakan Scanning
Electron Microscope – Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS) untuk
ditentukan kelarutan Al2O3 di dalam terak, rasio %Sn terak terhadap %Sn logam,
dan fasa-fasa yang mungkin terbentuk pada peleburan temperatur tinggi.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa kelarutan Al2O3 pada tahap smelting dan
reduction dipengaruhi oleh temperatur, Fe/SiO2, dan CaO/SiO2, sedangkan rasio
%Sn terak terhadap %Sn logam (L) bersifat independen yang hanya dipengaruhi
oleh %Sn di dalam terak. Berdasarkan hasil percobaan pada temperatur 1300oC
dengan memvariasi Fe/SiO2 direntang 0,3 – 1,6, Fe/SiO2 yang rendah memberikan
peningkatan kelarutan Al2O3 di dalam terak yang diikuti oleh pembentukan fasa
anorthite (CaAl2Si2O8), sedangkan Fe/SiO2 yang lebih tinggi menghasilkan
penurunan kelarutan Al2O3 yang diiringi dengan pembentukan fasa spinel
(FeAl2O4). Tren serupa terjadi pada percobaan yang memvariasikan rasio CaO/SiO2
direntang 0,3 – 1,6. Mulanya, kelarutan Al2O3 mengalami peningkatan yang disertai
pembentukan fasa spinel (FeAl2O4). Kemudian, kelarutannya menurun, pada
CaO/SiO2 yang lebih tinggi, dengan disertai pembentukan fasa baru, yaitu melilite
((Ca,Na)2(Al,Mg,Fe2+)(Si,Al)2O7). Fasa-fasa padatan tersebut dapat terbentuk di
dalam matriks terak ataupun di antarmuka terak-krusibel. Pembentukan fasa
padatan di antarmuka terak-krusibel dinilai mampu mencegah penetrasi lebih lanjut
lelehan terak menuju lapisan krusibel akibat terbentuknya lapisan protektif yang
tersusun atas fasa-fasa padatan yang dihasilkan oleh peristiwa interaksi terak
dengan refraktori selama proses peleburan pada temperatur tinggi. Sementara itu,
pada parameter CaO/SiO2 dan Fe/SiO2 yang konstan sebesar 0,3, penurunan %Sn
di dalam terak dapat meningkatkan nilai kelarutan Al2O3 akibat terciptanya terak
yang lebih agresif terhadap krusibel Al2O3.