digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Masifnya produksi dan penggunaan kendaraan listrik di dunia, termasuk di Indonesia, membuat permintaan nikel sulfat sebagai bahan baku katoda litium pada baterai kendaraan listrik meningkat. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia menekankan komitmen dalam hilirisasi industri nikel. Saat ini, di Indonesia, produk MHP (mixed hydroxide precipitate) dan nikel paduan masih belum signifikan, dan industri produk nikel murni dan baterai belum terbangun. Proses produksi nikel sulfat dari MHP secara garis besar terdiri dari tahap (1) releaching dengan asam sulfat, (2) solvent extraction (SX), dan (3) kristalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kondisi optimum proses pemurnian MHP menjadi nikel sulfat. Sampel yang digunakan adalah artifisial Pregnant Leach Solution (PLS) yang dibuat berdasarkan konsentrasi PLS hasil releaching MHP pada penelitian sebelumnya. SX dilaksanakan dalam dua tahap umum dengan tujuan (1) memisahkan pengotor magnesium dan (2) memisahkan ion nikel dan kobalt. Larutan organik yang digunakan untuk SX pertama dan kedua secara berturut adalah Versatic 10 dan Cyanex 272. Larutan hasil ekstraksi dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk mengetahui perubahan komposisi pada setiap tahapan proses. Hasil penelitian menunjukkan tahapan SX 1 dapat memisahkan nikel dan kobalt dari magnesium menggunakan Versatic 10 pada temperatur 40 oC; rasio organik/aqueous (O/A) = 0,75; %Ekstraktan = 25; dan pH operasi = 7. Hasilnya, diperoleh faktor pemisahan (?) sebesar ?Ni-Mg = 208,75 dan ?Co-Mg = 123,19. Sementara itu, tahapan SX 2 menggunakan Cyanex 272 berhasil memisahkan ion nikel dan kobalt pada temperatur 40 oC; O/A = 0,5; %Ekstraktan = 10; dan pH operasi = 5,5. Hasilnya %ekstraksi nikel dan kobalt secara berturut adalah 3,1% dan 100%.