ABSTRAK - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Cover - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Bab 1 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Bab 2 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Bab 3 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Bab 4 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Bab 5 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Pustaka - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti Lampiran - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti
Baby buncis merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia dengan sentra
produksi di Jawa Barat. Kecamatan Lembang termasuk salah satu daerah penghasil
baby buncis di Jawa Barat. Lembang Agri adalah usaha tani di Desa Cikidang,
Kecamatan Lembang dengan baby buncis sebagai salah satu komoditasnya.
Lembang Agri telah mengekspor baby buncis sejak tahun 2010 dan dapat
mengirimkan 400 – 1 ton kg dalam sekali pengiriman dan dalam seminggu terdapat
3 kali pengiriman. Saat ini, Lembang Agri bermitra dengan Asia Agro untuk
mengekspor baby buncis ke Singapura. Hubungan kerjasama Lembang Agri dan
Asia Agro membentuk proses usaha tani dari hulu hingga hilir, yakni tahap
persiapan budidaya hingga pemanenan produk dilakukan oleh Lembang Agri dan
tahap pascapanen hingga pengiriman dilakukan oleh Asia Agro. Layaknya usaha
pada umumnya, aktivitas produksi baby buncis dari hulu hingga hilir memiliki
risiko yang berpotensi menurunkan keuntungan yang didapatkan oleh Lembang
Agri dan Asia Agro. Adanya berbagai risiko yang dihadapi dalam usaha pertanian
baby buncis ini perlu dilakukan analisis dan manajemen risiko terhadap usaha
pertanian. Strategi dalam manajemen risiko diperlukan untuk beradaptasi lebih baik
terhadap kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Penelitian ini merupakan studi
kasus terhadap Lembang Agri dan Asia Agro. Pada penelitian ini dilakukan analisis
deskriptif kualitatif untuk menjelaskan gambaran usaha, aktivitas, dan risiko
produksi dan analisis kuantitatif menggunakan House of Risk (HOR) I dan II guna
menghitung risiko usaha tani serta tindakan mitigasinya. Berdasarkan hasil HOR I
terdapat 19 sumber risiko dominan yakni berurutan dari urutan pertama hingga
kelima yakni kebutuhan produksi mahal (6,95%), keterbatasan tenaga kerja (6%),
benih terserang OPT (5,45%), cuaca sulit diprediksi (4,92%), dan kualitas benih
yang rendah (4,38%) dan dengan 42,85% risiko dominan adalah aspek SDM,
29,42% produksi, 18,93% finansial dan 8,80% aspek harga. Lalu pada Asia Agro
terdapat 10 sumber risiko dominan yakni penanganan OPT lahan kurang optimal
(14,50%), pengangkutan produk menggunakan plastik/karung (10,72%), produk
kepanasan selama pengangkutan ke PH (9,99%), kesalahan sortasi (9,73%), dan
kesalahan saat panen (6,71%) dan dengan 64,48% risiko dominan adalah aspek
produksi dan 35,52% SDM. Berdasarkan analisis HOR II terdapat 10 tindakan
mitigasi untuk Lembang Agri, berurutan prioritas pertama hingga ketiga yakni
pelatihan kepada petani, menerapkan SOP budidaya tanaman, dan bekerja sama
dengan pihak eksternal. Lalu untuk Asia Agro, terdapat 5 tindakan mitigasi,
berurutan prioritas pertama hingga ketiga yakni menerapkan SOP penanganan
panen-pascapanen, memberikan anjuran kepada suplier untuk menerapkan
manajemen hama terpadu, dan memperhatikan kebutuhan pekerja.