digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Cover - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Bab 1 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Bab 2 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Bab 3 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Bab 4 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Bab 5 - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Pustaka - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Lampiran - Nadya Julia Markhamah
PUBLIC Alice Diniarti

Baby buncis merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia dengan sentra produksi di Jawa Barat. Kecamatan Lembang termasuk salah satu daerah penghasil baby buncis di Jawa Barat. Lembang Agri adalah usaha tani di Desa Cikidang, Kecamatan Lembang dengan baby buncis sebagai salah satu komoditasnya. Lembang Agri telah mengekspor baby buncis sejak tahun 2010 dan dapat mengirimkan 400 – 1 ton kg dalam sekali pengiriman dan dalam seminggu terdapat 3 kali pengiriman. Saat ini, Lembang Agri bermitra dengan Asia Agro untuk mengekspor baby buncis ke Singapura. Hubungan kerjasama Lembang Agri dan Asia Agro membentuk proses usaha tani dari hulu hingga hilir, yakni tahap persiapan budidaya hingga pemanenan produk dilakukan oleh Lembang Agri dan tahap pascapanen hingga pengiriman dilakukan oleh Asia Agro. Layaknya usaha pada umumnya, aktivitas produksi baby buncis dari hulu hingga hilir memiliki risiko yang berpotensi menurunkan keuntungan yang didapatkan oleh Lembang Agri dan Asia Agro. Adanya berbagai risiko yang dihadapi dalam usaha pertanian baby buncis ini perlu dilakukan analisis dan manajemen risiko terhadap usaha pertanian. Strategi dalam manajemen risiko diperlukan untuk beradaptasi lebih baik terhadap kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap Lembang Agri dan Asia Agro. Pada penelitian ini dilakukan analisis deskriptif kualitatif untuk menjelaskan gambaran usaha, aktivitas, dan risiko produksi dan analisis kuantitatif menggunakan House of Risk (HOR) I dan II guna menghitung risiko usaha tani serta tindakan mitigasinya. Berdasarkan hasil HOR I terdapat 19 sumber risiko dominan yakni berurutan dari urutan pertama hingga kelima yakni kebutuhan produksi mahal (6,95%), keterbatasan tenaga kerja (6%), benih terserang OPT (5,45%), cuaca sulit diprediksi (4,92%), dan kualitas benih yang rendah (4,38%) dan dengan 42,85% risiko dominan adalah aspek SDM, 29,42% produksi, 18,93% finansial dan 8,80% aspek harga. Lalu pada Asia Agro terdapat 10 sumber risiko dominan yakni penanganan OPT lahan kurang optimal (14,50%), pengangkutan produk menggunakan plastik/karung (10,72%), produk kepanasan selama pengangkutan ke PH (9,99%), kesalahan sortasi (9,73%), dan kesalahan saat panen (6,71%) dan dengan 64,48% risiko dominan adalah aspek produksi dan 35,52% SDM. Berdasarkan analisis HOR II terdapat 10 tindakan mitigasi untuk Lembang Agri, berurutan prioritas pertama hingga ketiga yakni pelatihan kepada petani, menerapkan SOP budidaya tanaman, dan bekerja sama dengan pihak eksternal. Lalu untuk Asia Agro, terdapat 5 tindakan mitigasi, berurutan prioritas pertama hingga ketiga yakni menerapkan SOP penanganan panen-pascapanen, memberikan anjuran kepada suplier untuk menerapkan manajemen hama terpadu, dan memperhatikan kebutuhan pekerja.