digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Aktivitas memasak merupakan salah satu kebutuhan energi global utama yang berkontribusi pada emisi CO2. Indonesia, sebagai konsumen terbesar Gas Petroleum Cair (LPG), sedang fokus pada transisi menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan seperti kompor tenaga surya dan produksi dimetil eter (DME) dari gasifikasi batu bara. Namun, penggunaan DME telah menimbulkan kontroversi. Sementara itu, berpindah ke kompor induksi juga menuai kontroversi, dengan ketersediaan listrik dan jumlah biaya kompor ini. Studi ini bertujuan untuk memahami perilaku pengguna dan adopsi kompor induksi dan DME di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kerangka metodologis yang mengintegrasikan komponen dari Model Value-based Adoption Model (VAM) and the Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) untuk mengeksplorasi perspektif pengguna. Survei akan dilakukan terhadap 190 individu muda berusia 12-42 tahun yang menggunakan LPG sebagai bahan bakar memasak di Indonesia. Data akan dianalisis menggunakan Model Persamaan Struktural Partial Least Squares (PLS-SEM) dan dianalisis menggunakan model pengukuran reflektif, formatif, dan struktural. Temuan akan diinterpretasikan dengan mempertimbangkan hubungan hipotesis antara variabel laten, termasuk Performance Expectancy (PE), Perceived Alternative Value (PAV), Conversion Cost (CC), dan Conversion Intention (COIN). Generasi muda di Indonesia, khususnya Gen Z dan Milenial, sangat penting untuk keberhasilan kebijakan yang bertujuan untuk beralih dari LPG ke bahan bakar memasak yang lebih berkelanjutan seperti kompor induksi dan DME. Perspektif mereka menunjukkan bahwa sementara ekspektasi kinerja dan nilai alternatif yang dipersepsikan secara signifikan mempengaruhi niat konversi mereka, biaya konversi tidak memainkan peran utama, baik dalam kompor induksi maupun DME. Ini menunjukkan kecenderungan kuat terhadap keberlanjutan dan kesiapan untuk mengadopsi teknologi baru meskipun ada kekhawatiran biaya potensial. Wawasan ini dapat membantu pembuat kebijakan dalam merancang program yang efektif yang sesuai dengan nilai dan preferensi demografi yang lebih muda.