Penyakit infeksius seperti COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 dapat muncul dan menyebar dengan cepat hingga menyebabkan outbreak yang dapat mempengaruhi ekonomi global. Adanya outbreak menyebabkan munculnya kebutuhan strategi diagnostik yang cepat dan sensitif untuk mencegah dan/atau mengontrol outbreak. Dalam pengembangan alat kit diagnostik dapat digunakan Carbon Dots (CDs) sebagai label fluoresens untuk mendeteksi keberadaan antigen dari patogen. Carbon Dots adalah nanopartikel karbon dengan ukuran diameter kurang dari 10 nm dengan sifat optik yang dapat diatur, resisten terhadap photobleaching, dan memiliki toksiksitas yang rendah serta biaya preparasi yang relatif lebih rendah daripada nanopartikel logam sehingga dapat menjadi alternatif pewarna fluoresens. Fluorescence resonance energy transfer (FRET) merupakan teknik berbasis fotoeksitasi energi transfer dari donor fluorofor ke molekul akseptor yang berdekatan satu sama lain. CDs yang dikonjugasikan dengan bioreseptor dapat menjadi probe dalam sistem biosensing yang baik dengan nanomaterial berbasis karbon seperti graphene dan graphene oxide yang dapat berperan sebagai quencher yang baik untuk fluoresensi dari CDs. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan kit diagnostik dengan menggunakan antibodi poliklonal IgY dari telur ayam yang dikonjugasikan dengan curcumin carbon dots yang diproduksi pada suhu 200?C (cur-CDs 200?C) dengan tujuan untuk menggantikan antibodi terkonjugasi nanopartikel untuk mendeteksi antigen. Konjugasi antara antibodi poliklonal dengan cur-CDs 200?C dilakukan dengan metode coupling EDC/NHS. Antibodi poliklonal yang terkonjugasi cur-CDs 200?C (pAb-cur-CDs 200?C) kemudian dikarakterisasi spektrum emisi fluoresensinya. Kemudian, pAb-cur-CDs 200?C digunakan sebagai donor fluorofor dan graphene oxide (GO) digunakan sebagai akseptor untuk perlakuan FRET. FRET dioptimasi dengan perlakuan variasi konsentrasi GO (0, 25, 50, 75, dan 100 ?g) dengan durasi inkubasi setiap 5 menit selama 60 menit dengan konsentrasi 0 GO sebagai kontrol positif yang akan dibandingkan fluoresensinya pada Glomax dengan eksitasi 365 nm pada emisi 415-445 nm. Setelah itu, dilakukan uji sensitivitas dari pAb-cur-CDs 200?C yang sudah ditambahkan GO untuk mendeteksi antigen multiepitope SARS-CoV-2 dengan variasi konsentrasi antigen (100, 200, 500, 1000, 1500, 2000, 3000, 4000, dan 5000 ng/mL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibodi berhasil dikonjugasikan dengan cur-CDs 200?C dengan melihat pergeseran panjang gelombang puncak emisi fluoresensi pada eksitasi 300-500 nm dari pAb-cur-CDs 200?C dengan cur-CDs 200?C sebagai kontrol. Optimasi FRET menunjukkan konsentrasi GO 25 ?g dengan waktu inkubasi 5 menit memiliki perbedaan signifikan dengan kontrol. Hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fluoresensi yang signifikan antara beberapa konsentrasi perlakuan dengan kontrol. Berdasarkan hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa antibodi poliklonal berhasil terkonjugasi dengan cur-CDs 200?C dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi SARS-CoV-2.