Air minum merupakan salah satu komponen utama yang mencapai 70% dalam tubuh
manusia. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS
pada Maret 2023 lalu menyatakan bahwa sebanyak 40.64% rumah tangga di Indonesia
bergantung pada air kemasan/isi ulang sebagai sumber air minumnya. Air minum
kemasan atau isi ulang di Indonesia biasa tersebar dengan menggunakan wadah
berbahan dasar plastik polikarbonat (PC) atau polyethylene terephthalate (PET) yang
mengandung berbagai bahan kimia dan berpotensi termigrasi ke air minum. Terdapat
beberapa faktor yang dicurigai dapat mempengaruhi migrasi BPA ke air minum, yaitu
suhu penyimpanan, material galon, pH air minum, serta lama pemakaian galon. Untuk
memastikan hal tersebut, dilakukan penelitian migrasi BPA pada air minum dalam
kemasan galon yang diberi dua perlakuan. Pertama, kemasan galon disimpan di ruang
tertutup yang terhindar dari paparan sinar matahari. Kedua, kemasan galon disimpan
di luar ruangan yang terpapar sinar matahari selama 7 jam selama 7 hari. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat konsentrasi BPA pada air minum dalam kemasan
galon sebesar 0,006 ppm pada galon dalam ruangan dan 0,006 hingga 0,051 ppm pada
galon yang disimpan di luar ruangan. Selain itu, dilakukan analisis terhadap risk
quotient (RQ) untuk mengetahui potensi bahaya akibat migrasi BPA pada air minum.
Berdasarkan nilai acuan dari BPOM dan US EPA, diketahui bahwa nilai RQ masih
berada di bawah 1. Meski begitu, migrasi BPA pada air minum tetap harus diwaspadai
karena dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, penyakit pada
sistem reproduksi, serta gangguan hormon.