digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rezfiko Agdialta
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

Fenomena Cold Surge (CS) dan Cross-Equatorial Northerly Surge (CENS) sering kali dikaitkan dengan peningkatan curah hujan di Pulau Jawa. Namun, hal mendasar tentang pengaruh CS dan CENS terhadap parameter lain seperti Wind Speed (WS), Net Surface Heat Flux (NSHF), Shortwave Radiation (SWR), Longwave Radiation (LWR), Surface Latent Heat Flux (LHF), Surface Sensible Heat Flux (SHF), Rate of SST Change (dSST/dt), dan Significant Wave Height (SWH) masih belum dapat dipahami secara komprehensif. Pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak CS dan CENS terhadap parameter-parameter tersebut diperlukan untuk memperkaya literatur ilmiah yang lebih baik. Studi ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh fenomena CS dan CENS terhadap parameter WS, NSHF, SWR, LWR, LHF, SHF, dSST/dt, dan SWH. Investigasi ini dilakukan di perairan Indonesia bagian Barat selama fase nCS-nCENS (kondisi netral tanpa adanya CS dan CENS), nCS-CENS (kejadian CENS yang tidak disebabkan oleh CS), CS-nCENS (kejadian CS tanpa menyebabkan CENS), dan CS-CENS (kejadian CS dan CENS yang terjadi secara bersamaan). Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data Oceanic Nino Index (ONI), Dipole Mode Index (DMI), dan Madden-Julian Oscillation (MJO) Index pada tahun 2000–2023 untuk melakukan penyaringan data. Proses penyaringan data ini dilakukan untuk menentukan tanggal dengan kondisi netral tanpa adanya kejadian El Niño-Southern Oscillation (ENSO), Dipole Mode (DM), dan MJO pada fase 3, 4, dan 5. Penelitian ini juga menggunakan data kecepatan angin pada lapisan 850 hPa dan data Mean Sea Level Pressure (MSLP) untuk menentukan kejadian CS. Data kecepatan angin meridional di lapisan permukaan digunakan untuk menentukan kejadian CENS. Data SWR, LWR, LHF, dan SHF digunakan untuk menghitung nilai NSHF dan menganalisis anomali parameter ini terhadap kondisi netral. Data SST digunakan untuk menghitung nilai perubahan SST terhadap waktu dan kemudian dianalisis terhadap kondisi netral. Selain itu, data SWH juga diperlukan untuk menganalisis anomali parameter ini terhadap kondisi netral. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis anomali parameterparameter tersebut pada fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan CS-CENS yang dibandingkan dengan kondisi netral. Dari hasil komposit anomali, dapat dilihat bahwa kejadian CS-CENS sangat dominan mempengaruhi peningkatan WS dan SWH. Rata-rata WS di wilayah penelitian pada fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan CS-CENS secara berturut-turut adalah sebesar 0,83 m/s, 0,61 m/s, dan 2,08 m/s. ii Hal ini menunjukkan bahwa anomali kecepatan angin tertinggi terjadi pada fase CS-CENS. Berdasarkan hasil cosine similarity yang diperoleh dari lebar sudut antara dua vektor eigen hasil analisis diagram biplot Principal Component Analysis (PCA), dapat disimpulkan bahwa peningkatan anomali WS pada fase CS-CENS memiliki hubungan linier positif terhadap anomali SWH dengan nilai cosine similarity sebesar 0,91. Artinya, peningkatan WS dapat menyebabkan peningkatan SWH. Nilai rata-rata anomali SWH secara berturut-turut selama fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan CS-CENS adalah sebesar 0,06 m, 0,14 m, dan 0,37 m, yang menunjukkan bahwa SWH tertinggi juga terjadi pada fase CS-CENS. Sebaliknya, peningkatan WS pada periode CS-CENS memiliki hubungan linier negatif terhadap LHF dengan nilai cosine similarity sebesar -1. Artinya, peningkatan anomali WS dapat menyebabkan penurunan LHF dalam arah negatif (dari laut ke atmosfer). Nilai rata-rata anomali LHF pada fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan CS-CENS berturut-turut adalah sebesar -17,36 W/m², -10,88 W/m², dan -29,04 W/m². Hal ini juga menunjukkan bahwa perpindahan LHF dari laut ke atmosfer lebih banyak terjadi pada fase CS-CENS. Peningkatan transfer LHF dari laut ke atmosfer ini dapat menyebabkan kehilangan panas di permukaan laut.