Fenomena Cold Surge (CS) dan Cross-Equatorial Northerly Surge (CENS) sering
kali dikaitkan dengan peningkatan curah hujan di Pulau Jawa. Namun, hal mendasar
tentang pengaruh CS dan CENS terhadap parameter lain seperti Wind Speed (WS),
Net Surface Heat Flux (NSHF), Shortwave Radiation (SWR), Longwave Radiation
(LWR), Surface Latent Heat Flux (LHF), Surface Sensible Heat Flux (SHF), Rate
of SST Change (dSST/dt), dan Significant Wave Height (SWH) masih belum dapat
dipahami secara komprehensif. Pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak
CS dan CENS terhadap parameter-parameter tersebut diperlukan untuk
memperkaya literatur ilmiah yang lebih baik. Studi ini bertujuan untuk mengkaji
pengaruh fenomena CS dan CENS terhadap parameter WS, NSHF, SWR, LWR,
LHF, SHF, dSST/dt, dan SWH. Investigasi ini dilakukan di perairan Indonesia
bagian Barat selama fase nCS-nCENS (kondisi netral tanpa adanya CS dan CENS),
nCS-CENS (kejadian CENS yang tidak disebabkan oleh CS), CS-nCENS (kejadian
CS tanpa menyebabkan CENS), dan CS-CENS (kejadian CS dan CENS yang
terjadi secara bersamaan). Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data
Oceanic Nino Index (ONI), Dipole Mode Index (DMI), dan Madden-Julian
Oscillation (MJO) Index pada tahun 2000–2023 untuk melakukan penyaringan
data. Proses penyaringan data ini dilakukan untuk menentukan tanggal dengan
kondisi netral tanpa adanya kejadian El Niño-Southern Oscillation (ENSO), Dipole
Mode (DM), dan MJO pada fase 3, 4, dan 5. Penelitian ini juga menggunakan data
kecepatan angin pada lapisan 850 hPa dan data Mean Sea Level Pressure (MSLP)
untuk menentukan kejadian CS. Data kecepatan angin meridional di lapisan
permukaan digunakan untuk menentukan kejadian CENS. Data SWR, LWR, LHF,
dan SHF digunakan untuk menghitung nilai NSHF dan menganalisis anomali
parameter ini terhadap kondisi netral. Data SST digunakan untuk menghitung nilai
perubahan SST terhadap waktu dan kemudian dianalisis terhadap kondisi netral.
Selain itu, data SWH juga diperlukan untuk menganalisis anomali parameter ini
terhadap kondisi netral. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis anomali parameterparameter tersebut pada fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan CS-CENS yang
dibandingkan dengan kondisi netral. Dari hasil komposit anomali, dapat dilihat
bahwa kejadian CS-CENS sangat dominan mempengaruhi peningkatan WS dan
SWH. Rata-rata WS di wilayah penelitian pada fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan
CS-CENS secara berturut-turut adalah sebesar 0,83 m/s, 0,61 m/s, dan 2,08 m/s.
ii
Hal ini menunjukkan bahwa anomali kecepatan angin tertinggi terjadi pada fase
CS-CENS. Berdasarkan hasil cosine similarity yang diperoleh dari lebar sudut
antara dua vektor eigen hasil analisis diagram biplot Principal Component Analysis
(PCA), dapat disimpulkan bahwa peningkatan anomali WS pada fase CS-CENS
memiliki hubungan linier positif terhadap anomali SWH dengan nilai cosine
similarity sebesar 0,91. Artinya, peningkatan WS dapat menyebabkan peningkatan
SWH. Nilai rata-rata anomali SWH secara berturut-turut selama fase nCS-CENS,
CS-nCENS, dan CS-CENS adalah sebesar 0,06 m, 0,14 m, dan 0,37 m, yang
menunjukkan bahwa SWH tertinggi juga terjadi pada fase CS-CENS. Sebaliknya,
peningkatan WS pada periode CS-CENS memiliki hubungan linier negatif terhadap
LHF dengan nilai cosine similarity sebesar -1. Artinya, peningkatan anomali WS
dapat menyebabkan penurunan LHF dalam arah negatif (dari laut ke atmosfer).
Nilai rata-rata anomali LHF pada fase nCS-CENS, CS-nCENS, dan CS-CENS
berturut-turut adalah sebesar -17,36 W/m², -10,88 W/m², dan -29,04 W/m². Hal ini
juga menunjukkan bahwa perpindahan LHF dari laut ke atmosfer lebih banyak
terjadi pada fase CS-CENS. Peningkatan transfer LHF dari laut ke atmosfer ini
dapat menyebabkan kehilangan panas di permukaan laut.