BAB I.pdf
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB II.pdf
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB III.pdf
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB IV.pdf
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB V.pdf
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Banjir kerap terjadi di berbagai wilayah di Pulau Kalimantan, terlebih pada musim Desember Januari Februari (DJF). Salah satu pemicu terjadinya banjir adalah curah hujan ekstrem. Namun, pola spasial curah hujan ekstrem yang umum terjadi di Kalimantan pada musim DJF dan kondisi atmosfer-laut serta fenomena yang berasosiasi dengan pola tersebut masih belum diketahui. Pengelompokkan pola spasial curah hujan ekstrem tersebut dapat dilakukan dengan metode clustering.
Penelitian ini menggunakan data Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) untuk mengidentifikasi kejadian hujan ekstrem, data Reanalisis ERA-5 untuk mengidentifikasi kondisi atmosfer-laut yang memicu terjadinya hujan ekstrem, serta data indeks fenomena meteorologi untuk mengidentifikasi fenomena yang terkait. Identifikasi hujan ekstrem dilakukan menggunakan nilai maksimum curah hujan domain Kalimantan pada setiap langkah waktu dengan threshold persentil ke-95. K means clustering diterapkan pada data kejadian hujan ekstrem untuk mengelompokkan pola spasial hujan ekstrem. Kemudian, analisis komposit serta identifikasi fenomena yang terkait dilakukan pada setiap cluster untuk mengetahui kondisi atmosfer-laut serta fenomena yang memicunya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 95 kejadian hujan ekstrem yang teridentifikasi di Pulau Kalimantan pada musim DJF, terdapat lima cluster pola spasial curah hujan. C1 dengan anomali basah di bagian barat Kalimantan terjadi akibat adanya anomali transpor kelembapan dari arah Daratan Asia dengan 45,5% member C1 terkait cold surge (CS). C2 dengan anomali basah di utara Kalimantan terjadi akibat anomali transpor kelembapan dari arah Filipina dengan 60% member C2 terkait CS. C3 dengan curah hujan tinggi di sekitar Kalimantan Utara yang menunjukkan adanya anomali transpor kelembapan ke arah Filipina dengan 36,8% member C3 terkait Madden-Julian oscillation (MJO) fase 4 atau 5. C4 menunjukkan curah hujan tinggi di sekitar Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang berkaitan dengan anomali konvergensi kelembapan di daerah tersebut. Analisis pada C4 tidak menunjukkan pola anomali sirkulasi signifikan yang menyebabkan pola tersebut serta belum mendapatkan fenomena spesifik yang terkait. C5 menunjukkan curah hujan tinggi di sekitar wilayah Sabah dan Kalimantan Barat yang berkaitan dengan anomali konvergensi kelembapan di wilayah tersebut dengan 30,8% member C5 terkait fenomena CS dan Borneo Vortex (BV) yang terjadi bersamaan.