DAFTAR PUSTAKA NABILA MAURAPUTRI WIJAYASARI IRSYAM
EMBARGO  2027-08-15 
EMBARGO  2027-08-15 
LAMPIRAN NABILA MAURAPUTRI WIJAYASARI IRSYAM
EMBARGO  2027-08-15 
EMBARGO  2027-08-15 
Laut berperan penting dalam kehidupan manusia, namun keberadaannya mengalami kerusakan, baik itu faktor alamiah maupun antropogenik. Faktor alamiah bisa berupa penyakit karang, perubahan salinitas, pengasaman air laut dan wabah Bintang laut berduri Achantahster plancii. Sedangkan faktor antropogenik berasal dari aktivitas manusia, yaitu kegiatan penangkapan ikan secara destruktif, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan kegiatan pariwisata. Kerusakan ekosistem laut tersebut yang lantas membentuk inisiatif untuk upaya konservasi kawasan laut. Konservasi kawasan laut atau KKL bertujuan untuk memerangi eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya laut dan melestarikan keanekaragaman hayati laut. Di Indonesia sendiri kawasan konservasi laut telah menjadi target pemerintah Indonesia, yang mana tercantum di dalam RPJMN 2020- 2024 bahwa pemerintah Indonesia menargetkan penambahan luas kawasan sebesar 26,9 juta ha pada tahun 2024 serta 32,5 juta ha pada tahun 2030. Jumlah kawasan konservasi di Indonesia yaitu sejumlah 196 buah yang terbagi ke dalam dua kelompok, 166 buah dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan serta 30 buah dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, dalam pelaksanaan pengelolaannya, kawasan konservasi di Indonesia banyak menunjukkan permasalahan. Permasalahan yang umum terjadi dalam pengelolaan kawasan konservasi yaitu kesulitan dalam mengidentifikasi prioritas permasalahan, kurangnya sumber daya yang tersedia, alokasi sumber daya yang tidak tepat dan tujuan dari pengelolaan yang belum diketahui arahnya. Permasalahan- permasalahan yang terjadi itu lantas membuat inisiatif pemerintah Indonesia untuk meningkatan kualitas pengelolaan kawasan konservasi dengan pemantauan atau monitoring menggunakan instrumen yang tepat, yang mana upaya ini sejalan
dengan Rencana Strategis untuk Keanekaragaman Hayati Periode 2011- 2020 CBD (Aichi 11) yang menyebutkan bahwa pada tahun 2020 minimal 10% persen kawasan pesisir dan laut, terutama kawasan yang penting bagi keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem dilindungi dan dikelola dengan baik dan efektif, terwakili secara ekologis, terhubung dengan kawasan konservasi dan terintegrasi dalam lanskap yang lebih luas. Pengelolaan mengenai kawasan konservasi juga disusun di dalam RAN Pengelolaan Terpadu Taman Nasional dan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Tahun 2018-2025, dimana target strategi dalam RAN ini salah satunya yaitu penguatan kinerja pengelolaan Taman Nasional dan Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang efektif. Pengelolaan Taman Nasional yang dimaksud salah satunya adalah Taman Nasional Karimunjawa. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu ditetapkan suatu instrumen untuk digunakan sebagai monitoring. Instrumen ini yang nantinya akan menjadi perangkat yang wajib digunakan dalam melakukan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia oleh pihak-pihak terkait.
Instrumen penilaian kawasan konsevasi laut di Indonesia terbagi ke dalam dua jenis, yaitu EVIKA dan METT. Instrumen EVIKA digunakan untuk kawasan konservasi laut yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan instrumen METT digunakan untuk kawasan konservasi laut yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk Taman Nasional Karimunjawa karena berada di bawah pengelolaan KLHK, maka instrumen penilaian efektivitas pengelolaan yang digunakan adalah METT. Instrumen METT dibagi menjadi dua jenis, yaitu penilaian untuk wilayah terestrial dan untuk wilayah laut. Untuk wilayah laut, instrumen METT yang digunakan bernama score card. Penilaian score card METT di Taman Nasional Karimunjawa telah dilaksanakan dua kali, yaitu tahun 2017 dan 2019. Maka dari itu, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa efektif pengelolaan kawasan konservasi laut di Taman Nasional Karimunjawa tahun 2024. Metode yang digunakan yaitu metode wawancara dan skoring. Penentuan narasumber wawancara dilakukan dengan snowball sampling. Sedangkan penentuan skoring dilakukan dari hasil wawancara dan merujuk ke indikator skor yang tercantum di score card METT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan
konservasi laut di Taman Nasional Karimunjawa berada pada kategori Efektif yaitu sebesar 79%. Hal ini merupakan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil skoring tahun 2017 dan 2019. Temuan lain di dalam penelitian ini yaitu dalam pengelolaan yang sudah masuk ke dalam kategori efektif ini rupanya masih ditemukan beberapa isu prioritas di dalamnya. Isu prioritas tersebut dikelompokkan berdasarkan enam elemen score card berupa konflik batas wilayah, tujuan utama kawasan konservasi yang belum terdokumentasi secara rinci, serta kurangnya transparansi kepada masyarakat. Kemudian dirumuskan rekomendasi berupa peningkatan transparansi kepada masyarakat, pengembangan road map penelitian, pengalokasian dana darurat, perbaikan fasilitas serta peningkatan dalam penanganan gangguan yang terjadi di Taman Nasional Karimunjawa.