Nanopatterning merupakan teknik pembuatan motif nano atau rekayasa substrat berskala
nanometer pada permukaan material yang banyak dikembangkan untuk aplikasi rekayasa
jaringan. Pengembangan tersebut dilakukan karena microenvironment sel dalam tubuh
memiliki fitur skala nano berupa nanotopografi. Rekayasa nanotopografi bertujuan memimik
lingkungan in vivo sel yang memanfaatkan prinsip interaksi sel dengan nanopattern pada
permukaan substrat. Interaksi yang terjadi menghasilkan respon berupa sinyal geometris dan
gaya mekanik yang berpengaruh terhadap perkembangan sel meliputi proses adhesi, migrasi,
proliferasi dan diferensiasi. Kedua respon tersebut ditransmisikan sebagai sinyal mekanis dari
substrat sampai ke nukleus, menjadi suatu proses molekuler yang secara kolektif dikenal
sebagai mekanotransduksi. Human Wharton’s Jelly-derived Mesenchymal Stem Cells (hWJMSCs)
merupakan sumber sel yang banyak digunakan dalam studi rekayasa jaringan dengan
mengarahkan kemampuan multipotensinya untuk berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel.
Ekspresi fenotip sel hWJ-MSCs sangat dipengaruhi melalui modulasi faktor biofisik terhadap
microenvironment-nya. Beberapa penelitian membuktikan efek stimulus dari rekayasa
nanotopografi sebagai substrat mampu menginduksi proses diferensiasi hMSCs. Studi pada
penelitian ini bertujuan menguji efek nanotopografi berbasis nanopattern yang dilapisi maupun
tidak dilapisi oleh ekstrak spidroin dari jaring Laba-laba Argiope appensa terhadap attachment,
spreading, morfologi, proliferasi dan diferensiasi sel hWJ-MSCs menjadi sel kondrosit.
Penelitian dimulai dengan melakukan kultur primer sel hWJ-MSCs yang didapatkan dari donor
pasien sectio caesar. Kultur primer sel hWJ-MSCs pada subkultur ke-4 kemudian dianalisis
penanda positif dan negatif dengan menggunakan flowcytometry dan kemampuan
multipotensinya sesuai dengan persyaratan International Society Cellular Therapy (ISCT).
Untuk mengembangkan nanotopografi berbasis nanopattern, digunakan polimer
Polydimethylsiloxane (PDMS) sebagai substrat untuk mencetak pola kisi nano yang terdapat
pada permukaan cakram optik Bluray (BR-D) berukuran 130-230 nm. Substrat nanopattern
PDMS-BD-R diberikan perlakuan plasma treatment dan dilapisi ekstrak spidroin.
Karakterisasi pola nano yang terbentuk dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM) dan Atomic Force Microscopy (AFM). Spidroin dikarakterisasi dengan menentukan
beberapa parameter seperti viskositas, zeta potensial, raman spectroscopy, sudut kontak dan
uji sitotoksisitas (MTT assay). Interaksi sel hWJ-MSCs dengan nanopattern dianalisis dengan
SEM pada rentang waktu 48 jam pertama setelah cells seeding. Proliferasi sel hWJ-MSCs yang
dikultur di atas nanopattern PDMS-BD-R maupun kontrol, baik yang dilapisi maupun tidak
dilapisi spidroin, dianalisis dengan menggunakan pengujian MTT. Sementara itu, proses kondrogenesis dianalisis dengan menentukan ekspresi penanda spesifik seperti kelimpahan
matriks Glycosaminoglycan (GAG) menggunakan Alcian Blue Staining dan Imunositokimia
Kolagen tipe II dan SOX9 masing-masing pada hari ke-7, 14 dan 21. Berdasarkan hasil
penelitian, kultur primer pada subkultur ke-4 sel hWJ-MSCs telah memenuhi persyaratan ISCT
dengan morfologi fibroblast-like dan sifat plastic-adherent. Uji multipotensi menunjukkan sel
mampu berdiferensiasi menjadi sel adiposit, kondrosit maupun osteosit dan memiliki penanda
positif CD90 (96,6%), CD73 (99%), CD105 (91,2%); penanda linn-negatif (0%) untuk CD34,
CD45, CD11b, CD19. Karakteristik larutan ekstrak spidroin memiliki nilai viskositas dan zeta
potensial masing-masing sebesar 0,896 mPa.s dan -34,8 mV, sedangkan uji sitotoksisitas pada
konsentrasi spidroin 50 dan 100 ?g/mL menunjukkan tingkat proliferasi sel hWJ-MSCs
>125% yang menandakan spidroin tidak toksik bagi sel. Hasil pengujian sudut kontak spidroin
pada substrat PDMS-BD-R+Spidroin sebesar 14,562o serta hasil analisis Raman Spectroscopy
menunjukkan terdapat kemungkinan distribusi sekuens RGD pada rentang bilangan gelombang
900-1100 cm-1 dan 1250-1525 cm-1. Fabrikasi nanopattern PDMS-BD-R memiliki ukuran
lebar lekukan (nanogroove) 234±8,92 nm, ukuran lebar tonjolan (nanoridge) 145±2,67 nm dan
tinggi puncak tonjolan 15±0,782 nm. Proses attachment dan spreading serta morfologi sel
hWJ-MSCs yang dikultur pada substrat PDMS-BR-D+Spidroin selama 48 jam menunjukkan
jumlah sel yang lebih banyak menjulurkan filopodia dan lamellipodia-nya, sel tumbuh
mengikuti alur pattern dan densitas sel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok
sel yang dikultur pada PDMS non-pattern+Spidroin. Hal tersebut sejalan dengan hasil MTT
proliferasi bahwa terjadi peningkatan proliferasi sel hWJ-MSCs hingga hari ke-14 pada
kelompok sel yang dikultur di atas substrat PDMS-BD-R+Spidroin dengan p-value<0,001,
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Uji kelimpahan matriks menunjukkan kelompok
sel yang dikultur pada PDMS-BD-R+Spidroin mengalami peningkatan kelimpahan matriks
GAG (p<0,001) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol terhitung pada hari ke-14 dan 21.
Berdasarkan hasil imunositokimia, Kolagen tipe II dan SOX9 terdeteksi pada hari ke-7,
kemudian mengalami peningkatan intensitas fluorescence-nya (hari ke-14 dan 21) dan sel
hWJ-MSCs mengalami perubahan bentuk sel yang sebelumnya memanjang dan berjajar (hari
ke-7) menjadi bulat dan membentuk agregat nodul kondrosit (hari ke-14 dan 21) pada
kelompok sel yang dikultur di atas substrat PDMS-BD-R+Spidroin. Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan bahwa kombinasi nanotopografi dan pelapisan ekstrak spidroin
mampu meningkatkan attachment, spreading dan proliferasi sel hWJ-MSCs, mempercepat
pembentukan agregat nodul kondrosit, serta mengakselerasi proses diferensiasi sel hWJ-MSCs
menjadi sel kondrosit sebagai salah satu metode baru dalam rekayasa jaringan rawan.