Penggunaan batu bara sebagai sumber energi masih akan mencapai 25% pada 2050
menurut Perpres No. 22 Tahun 2017. Hal ini akan membuat proses pertambangan batu
bara berlanjut sehingga banyak perusahaan, seperti PT Pamapersada Nusantara selaku
kontraktor tambang batu bara terbesar di Indonesia, ingin mengetahui dampak
lingkungan yang dihasilkannya. Analisis life cycle assessment ini memiliki unit
fungsional 1 ton batu bara. Analisis ini memiliki ruang lingkup berupa proses topsoil
removal, overburden removal, coal getting, coal hauling to port, dan mining support
dengan faktor dampak adalah acidification potential, eutrophication potential, global
warming potential, dan photochemical ozone creation potential. Hotspot utama dari
aktivitas pertambangan ada di proses OB removal dengan nilai acidification potential
sebesar 0,036 kg SO? eq/ton batu bara atau 52,32%, nilai eutrophication potential
sebesar 0,0032 kg PO? eq/ton batu bara atau 46,99%, nilai global warming potential
sebesar 5,23 kg CO? eq/ton batu bara atau 52,57%, dan nilai photochemical ozone
creation potential sebesar 0,000029 gr C?H? eq/ton batu bara atau 47,99%. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya penggunaan bahan bakar B35 dan lubricants pada OB
removal. Rekomendasi untuk mengurangi faktor dampak lingkungan adalah dengan
elektrifikasi yang mencakup 9,81% pendapatan perusahaan dan memiliki return on
investment sekitar 2,61% per tahun.