Pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan signifikan pada sistem layanan
kesehatan karena adanya lockdown dan kebijakan-kebijakan lainnya, sehingga
berdampak pada vaksinasi dan penanganan kasus difteri. Sebagai konsekuensi
dari gangguan ini, banyak negara mengalami kebangkitan atau peningkatan kasus
difteri. Provinsi Jawa Barat di Indonesia diidentifikasi sebagai salah satu daerah
berisiko tinggi difteri, mengalami tren peningkatan kasus dari tahun 2021 hingga
2023. Untuk menganalisis situasi tersebut, dikembangkan model SIR yang mengintegrasikan
vaksinasi DPT dan booster untuk menentukan dasar nomor reproduksi,
parameter penting untuk penyakit menular. Melalui analisis spasial data
georeferensi, diidentifikasi titik api dan menjelaskan penyebaran klusterisasi kasus
difteri. Perhitungan R0 yang merupakan indikasi sebagai adanya potensi tersebarnya
penyakit difteri menghasilkan nilai R0 sebesar 1, 17 yang menunjukkan
potensi terjadinya wabah difteri di Jawa Barat. Untuk mengendalikan peningkatan
kasus, salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan meningkatkan
cakupan vaksinasi booster dari saat ini 64, 84% menjadi 69%. Lebih lanjut,
analisis spasial menunjukkan bahwa klaster titik panas (yang berpotensi sebagai
titik endemi) terdapat di wilayah barat, tengah, dan selatan sehingga menimbulkan
risiko tinggi tidak hanya di wilayah padat penduduk tetapi juga di wilayah pedesaan.
Pola difusi klaster difteri menunjukkan pola penyebaran yang menular. Memahami
tren peningkatan kasus difteri dan distribusi geografisnya dapat memberikan
wawasan penting bagi pemerintah dan otoritas kesehatan untuk mengelola jumlah
kasus difteri dan membuat keputusan mengenai strategi pencegahan dan intervensi
terbaik.