Proyek tugas akhir ini bertujuan untuk mewadahi kreatifitas anak-anak tentang isu
lingkungan yang berdampak pada sumber pangan dan resiliensi. Permainan anak
tradisional anjang-anjangan digunakan sebagai metode lokakarya untuk bermain
dan belajar dengan mendekatkan tubuh anak dan objek yang diteliti. Pameran
menjadi luaran proyek yang diadaptasi dari program edukasi museum yang
menempatkan kehadiran pengunjung, utamanya anak-anak hanya sebagai
pelengkap. Proyek ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan metode
kuratorial. Partisipan yang terlibat dalam proyek ini berjumlah lima orang anak
berusia enam sampai sembilan tahun dan tinggal di Bandung Timur. Lokasi
lokakarya dilaksanakan di Seni Tani, Arcamanik, Bandung Timur yang dipilih
berdasarkan lahan kebun yang memanfaatkan lahan tidur terbengkalai di bawah
sutet dengan fokus sebagai kebun pangan organik yang berkelanjutan. Data-data
didapatkan melalui pengamatan terhadap subjek melalui wawancara, diskusi,
observasi langsung, pencatatan selama kegiatan dan dokumentasi. Hasil dari proyek
ini menunjukkan bahwa anak-anak dengan usia tersebut mampu mengemukakan
perspektifnya tentang isu lingkungan dan pangan melalui cara yang kreatif. Pada
anjang-anjangan, anak-anak tidak hanya bermain, melainkan mereka berani untuk
mencoba berfikir kritis tentang masalah yang dihadapi. Saat bermain, anak-anak
menunjukkan sisi kreatifnya yang dikembangkan dari imajinasinya pada saat
bermain peran menjadi seorang petani. Menghayatinya dengan melakukan kegiatan
bermain yang sama dengan kegiatan aktivitas petani di kebun, yakni menanam,
merawat dan segala prosesnya. Di Seni Tani, anak menemukan benda wajar dan tak
wajar yang mereka pilih untuk ditampilkan dalam galeri sebagai wujud nyata
tentang adanya pencemaran lingkungan pada tanah yang diakibatkan oleh ulah
tangan manusia. Kelima anak menghayati peran dirinya sebagai manusia yang
hidup berdampingan dengan alam melalui sikap-sikap bijaksana yang mereka
dapati selama bermain di kebun kota dan merawat tanaman sayurnya secara mandiri
dirumah. Kegiatan ini pun memicu anak untuk berpikir kritis dan berani untuk
menemukan solusi melalui cara yang artistik, yakni mengumpulkan benda-benda
tersebut kemudian memilih untuk ditampilkannya dalam galeri dan resiliensi
ditunjukkan dengan anak-anak yang menciptakan menu es krim kangkung dan
bayam. Kehadiran Prilla Tania sebagai seniman profesional yang sudah belasan
tahun fokus pada isu lingkungan dan pangan pun menjadi bagian dari pameran
dengan memberi respon ide anak melalui presentasi karya yang ia susun
berdasarkan nilai yang ia temui pada benda-benda yang sudah anak pilih untuk
ditampilkan dalam galeri. Pada pameran ini, memperlihatkan adanya
perkembangan dari program edukasi museum dengan menerapkan keterbalikan dari
kebiasaan dimana anak-anak sebagai subjek dan Prilla Tania sebagai pelengkap.
Hal ini pun menunjukkan bahwasannya dengan diberinya kesempatan, keterbukaan
ruang berpikir dan kreasi, anak-anak dapat mengemukakan sudut pandangnya
melalui ide yang mereka rancang secara kreatif yang berguna untuk bekal hidup
mereka di masa depan.