Dokumen Asli
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf yang berdampak
signifikan pada keterampilan sosial dan komunikasi individu, serta mempengaruhi kehidupan
keluarga mereka. ASD mempengaruhi sekitar 168 juta orang di seluruh dunia, dengan data
terbaru menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 242.541 anak dengan autisme pada tahun
2022, menjadikannya negara dengan populasi anak autisme terbesar keenam di dunia. Jika
diperiksa oleh tenaga medis professional, gejala ASD dapat dikenali sejak usia 12-24 bulan.
Namun, berbagai faktor, termasuk kurangnya pengetahuan orang tua tentang ASD terhadap
balita, menyebabkan peningkatan jumlah kasus ASD yang terlambat dideteksi. Penelitian
menunjukkan bahwa pendeteksian dini ASD dapat secara signifikan mengurangi keparahan
gejala dalam jangka panjang. Anak-anak yang didiagnosis lebih awal menunjukkan penurunan
yang signifikan dalam keparahan gejala sosial ASD dalam waktu 1-2 tahun. Skrining ASD
menjadi alat penting untuk mempercepat penanganan, terutama karena banyak balita tidak
mendapatkan diagnosis resmi hingga usia lima tahun atau lebih. Anak-anak dengan ASD
cenderung mengalami keterlambatan dalam pengembangan bahasa dan memiliki pola perilaku
yang terbatas dan berulang, yang berdampak buruk pada kehidupan sosial mereka. Selain itu,
gejala awal yang kurang terlihat juga dapat menjadi hambatan mendeteksi ASD bagi orang tua
sehingga jumlah pasien ASD yang dibawa ke tenaga medis profesional untuk diagnosis lebih
lanjut masih rendah. Gejala-gejala ASD sering kali menjadi lebih jelas saat anak memasuki
jenjang sekolah dasar, yang menyebabkan diagnosis sering kali terlambat. Saat ini,
pemeriksaan ASD dilakukan oleh tenaga medis profesional berdasarkan kekhawatiran orang
tua, namun proses ini memerlukan waktu yang lama dan melibatkan banyak pertanyaan serta
penilaian yang kompleks.
Guru prasekolah, seperti guru TK dan PAUD, memiliki potensi untuk memainkan peran
strategis dalam mendeteksi perkembangan abnormal pada balita karena mereka sering bertemu
dan memahami perkembangan anak. Namun, guru prasekolah saat ini belum terlibat secara
langsung dalam pendeteksian ASD karena kurangnya pelatihan dan alat skrining yang tersedia.
Penelitian menunjukkan bahwa hambatan utama bagi guru prasekolah untuk mendeteksi dini
ASD adalah kurangnya pengetahuan dan alat skrining yang memadai. Berbagai metode
skrining ASD berbasis kuesioner telah dikembangkan. Namun, metode ini belum dapat
digunakan oleh masyarakat umum karena kompleksitas panduan penilaian yang memerlukan
pemahaman mendalam terkait kasus-kasus tertentu. Guru prasekolah memerlukan sosialisasi
dan pengetahuan dasar terkait ASD, gejala, dampak keterlambatan penanganan, serta cara
menggunakan metode skrining tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan antara perkembangan kompetensi akademik anak dengan ASD dibandingkan
dengan anak yang sedang berkembang. Anak dengan ASD memiliki skor prestasi yang lebih
rendah dalam bahasa, matematika, dan orientasi dunia pada akhir pendidikan dasar.
Keterlambatan diagnosis berdampak pada kehidupan sosial anak, yang dapat mengarah pada
kecemasan dan depresi pada masa remaja.
Aplikasi skrining berbasis kuesioner dapat menjadi solusi yang efektif untuk mendeteksi dini
ASD. Saat ini, beberapa aplikasi seperti ASDTracker dari Australia dan Autism Fingerprint
dari Oman telah ada, namun belum memiliki terjemahan Bahasa Indonesia. Aplikasi dapat
menjadi sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kepekaan guru prasekolah terhadap
ASD. Sistem Tiny Detector dirancang untuk membantu guru prasekolah melakukan skrining
dini ASD dengan menggunakan kuesioner M-CHAT yang diakui secara medis. Sistem ini
terdiri dari tiga komponen utama: front-end service berbasis Flutter, back-end service berbasis
Node.js, dan Database Management System (DBMS) berbasis PostgreSQL. Sistem dilakukan
deployment menggunakan Hostinger. Sistem ini dirancang untuk memenuhi standar ISO/TS
82304-2 dan telah diuji untuk kemudahan penggunaan, dengan hasil menunjukkan skor
kegunaan rata-rata 64,83%, efisiensi rata-rata 80,77%, efektivitas rata-rata 78,21%, kepuasan
rata-rata 73,69% dan peringkat ‘baik’, kemampuan belajar rata-rata 26,40%, terjadinya
kesalahan rata-rata 25%, dan beban kognitif rata-rata 45,08.
Implementasi sistem Tiny Detector menunjukkan bahwa guru prasekolah dapat meningkatkan
keyakinan dan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi risiko ASD pada balita. Pengujian
sistem menunjukkan bahwa sistem ini mudah digunakan dan efektif dalam mendeteksi dini
risiko ASD. Dengan adanya sistem ini, diharapkan guru prasekolah dapat memainkan peran
penting dalam mendeteksi dini ASD, sehingga anak dengan ASD dapat segera mendapatkan
penanganan yang diperlukan sebelum terlambat. Sistem ini tidak hanya meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan guru prasekolah terkait ASD, tetapi juga memberikan alat yang
praktis dan efisien untuk melakukan skrining. Pengujian efikasi diri menunjukkan adanya
korelasi antara peningkatan pengetahuan dan kepekaan terhadap peningkatan kepercayaan diri
dan kemampuan identifikasi guru terhadap ASD. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban
tenaga medis profesional dengan memberikan deteksi awal yang dapat mengarahkan intervensi
lebih cepat. Dengan demikian, implementasi Tiny Detector diharapkan dapat membawa
perubahan signifikan dalam pendeteksian dan penanganan ASD di Indonesia.