digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

DAFTAR PUSTAKA Ghulam Ahmad
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Batu bara merupakan bahan bakar fosil paling banyak digunakan di dunia dengan kontribusi sebesar 37% terhadap produksi listrik dunia. Namun, dampak pembakaran batu bara dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca yakni CO2. Pada tahun 2022 emisi CO2 Indonesia sebesar 700 juta ton dengan penyumbang emisi terbesar adalah pembangkit listrik. Biomassa menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang dapat diimplementasikan untuk produksi listrik karena memiliki potensi pengurangan emisi CO2, SO2, dan NOx. Implementasi biomassa seperti sawdust atau serbuk kayu pada pembangkit listrik dapat dilakukan dengan metode co-firing yakni mengombinasikan atau mencampur bahan bakar batu bara dan biomassa sawdust pada pembangkit batu bara yang sudah ada. Dengan memodelkan pembakaran batu bara dan sawdust melalui metode co-firing menggunakan bantuan perangkat lunak ANSYS Fluent dapat diperoleh efek penggunaan campuran batu bara dan sawdust terhadap distribusi temperatur, panjang api, dan emisi polutan yang dihasilkan dari pembakaran. Hasil simulasi menunjukkan seiring peningkatan rasio co-firing sawdust hingga 15% menyebabkan temperatur maksimum pembakaran mengalami penurunan sebesar 2,8% dari 1947 K ke 1893 K, hal yang sama juga terjadi pada distribusi temperatur pada burner. Panjang api pembakaran mengalami peningkatan seiring peningkatan rasio co-firing sawdust hingga 22% pada rasio co-firing 15%. Selain itu, emisi polutan CO2, SO2, dan NOx mengalami penurunan seiring peningkatan rasio co-firing dengan persen reduksi hingga 13,47%, 8,5%, dan 6,9% masing-masing pada rasio co-firing 15%.