digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - Angga Ahmad Maulana
PUBLIC Irwan Sofiyan

Prasarana jalan rel merupakan salah satu sistem yang sangat berperan pada bisnis perkeretaapian dan harus dapat dilalui oleh sarana perkeretaapian dengan aman dan nyaman serta dalam pemeliharaannya dilakukan seefisien mungkin, baik secara teknis maupun biaya. Akan tetapi jalan rel juga memiliki andil besar sebagai faktor penyebab gangguan perjalanan kereta api. Gangguan tersebut antara lain terjadi akibat adanya rel patah, goyangan keras akibat ketidakberaturan jalan rel (track irregularity), dan rel spaten (buckling). Jumlah gangguan akibat kegagalan jalan rel di Indonesia yang terjadi selama periode tahun 2020 hingga 2022 terjadi sebanyak 1.384 kejadian. Dari jumlah tersebut, Daerah Operasi 2 Bandung menjadi salah satu penyumbang gangguan terbanyak, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Untuk meminimalkan gangguan tersebut, perlu dilakukan peningkatan kualitas manajemen infrastruktur jalan rel, baik dari segi kehandalan, perawatan, dan keselamatan. Analisis infrastruktur jalan rel menggunakan pendekatan parameter RAMS telah dilakukan pada penelitian ini untuk wilayah Kiaracondong (Kac) sampai Tasikmalaya (Tsm) yang dibagi ke dalam 5 segmen. Data waktu terjadinya kerusakan komponen jalan rel (TBF), waktu perbaikan kerusakan (TTR), dan kondisi geometri hasil pengukuran kereta ukur jalan rel telah diolah menggunakan statistical plotting dan uji distribusi goodness of fit untuk mendapatkan pola waktu kerusakan, pola waktu perbaikan, nilai reliability, availability, dan maintainability jalan rel saat ini. Survei terhadap mode kegagalan jalan rel telah dilakukan kepada para expert perawatan jalan rel di PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk analisis failure modes and effects analysis (FMEA) sebagai indikator parameter safety. Selanjutnya dilakukan perhitungan pendekatan biaya maintenance eksisiting dan berdasarkan analisis RAMS, serta pengaruhnya terhadap pendapatan perusahaan. Dari pengolahan data tersebut, untuk pola waktu kerusakan di seluruh segmen diperoleh 26 komponen mengikuti distribusi weibull, 3 komponen berdistribusi eksponensial, dan 1 komponen berdistribusi normal. Untuk pola waktu perbaikan kerusakan diperoleh 18 komponen mengikuti distribusi weibull, 11 komponen berdistribusi normal, dan 1 komponen berdistribusi eksponensial. Nilai keandalan masing-masing komponen dan geometri jalan rel berdasarkan interval pemeriksaan visual 12 jam oleh PPJ berada di atas 90%, sedangkan keandalan sistem jalan rel berada diantara nilai 60%-80% untuk seluruh segmen. Nilai keandalan (reliability) sistem geometri jalan rel berdasarkan hasil pengukuran kereta ukur di seluruh segmen, untuk kategori 1 berada diantara 74%-88%, kategori 2 berada diantara 11%-57%, kategori 3 berada diantara 0,5%-22%, dan kategori 4 berada diantara 0,2%-14%. Nilai ketersediaan (availability) komponen dan geometri jalan rel saat ini berdasarkan MTBF dan MTTR setiap komponen di seluruh segmen berada di atas 95%, dan ketersediaan (availability) sistem jalan rel berada diantara nilai 92% - 98%. Nilai maintainability pada kondisi MTTR di seluruh segmen berada diantara 46% - 63%. Untuk keselamatan (safety), RPN tertinggi ada pada mode kegagalan rel retak pada sambungan las / pelat sambung dengan nilai 280. Pada strategi maintenance jalan rel, berdasarkan target 90% reliability didapatkan interval routine dan preventive maintenance setiap komponen di seluruh segmen bervariasi, mulai dari inspeksi setiap 1 hari, sampai 9 hari. Dengan adanya preventive maintenance, terdapat peningkatan nilai reliability dan MTBF untuk beberapa komponen dan geometri jalan rel yang menyebabkan peningkatan nilai availability. Berdasarkan target 90% maintainability, rata-rata tambahan waktu perbaikan dari seluruh segmen untuk semua komponen jalan rel yaitu antara 0,52 jam sampai 1,49 jam. Rekomendasi tindakan yang dilakukan pada mode kegagalan menyebabkan penurunan nilai RPN, dikarenakan ada penurunan parameter occurrence dan detection. Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, biaya total routine dan preventive maintenance seluruh segmen berdasarkan analisis RAMS naik sebesar Rp607.501.447, dan biaya total corrective maintenance seluruh segmen turun sebesar Rp1.201.626.074. Maka, total biaya maintenance turun sebesar Rp594.124.627. Lalu, opportunity lost dari service recovery kepada penumpang akibat kelambatan perjalanan KA turun sebesar Rp2.810.320.000 dan opportunity lost dari potensi pengembalian bea tiket turun sebesar Rp7.130.583.400. Dengan kondisi tersebut, ada efisiensi biaya yang masuk ke pendapatan perusahaan yang berasal dari total biaya maintenance dan opportunity lost sebesar Rp10.535.028.027.