Prasarana jalan rel merupakan salah satu sistem yang sangat berperan pada bisnis
perkeretaapian dan harus dapat dilalui oleh sarana perkeretaapian dengan aman dan
nyaman serta dalam pemeliharaannya dilakukan seefisien mungkin, baik secara
teknis maupun biaya. Akan tetapi jalan rel juga memiliki andil besar sebagai faktor
penyebab gangguan perjalanan kereta api. Gangguan tersebut antara lain terjadi
akibat adanya rel patah, goyangan keras akibat ketidakberaturan jalan rel (track
irregularity), dan rel spaten (buckling). Jumlah gangguan akibat kegagalan jalan rel
di Indonesia yang terjadi selama periode tahun 2020 hingga 2022 terjadi sebanyak
1.384 kejadian. Dari jumlah tersebut, Daerah Operasi 2 Bandung menjadi salah satu
penyumbang gangguan terbanyak, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Untuk
meminimalkan gangguan tersebut, perlu dilakukan peningkatan kualitas
manajemen infrastruktur jalan rel, baik dari segi kehandalan, perawatan, dan
keselamatan.
Analisis infrastruktur jalan rel menggunakan pendekatan parameter RAMS telah
dilakukan pada penelitian ini untuk wilayah Kiaracondong (Kac) sampai
Tasikmalaya (Tsm) yang dibagi ke dalam 5 segmen. Data waktu terjadinya
kerusakan komponen jalan rel (TBF), waktu perbaikan kerusakan (TTR), dan
kondisi geometri hasil pengukuran kereta ukur jalan rel telah diolah menggunakan
statistical plotting dan uji distribusi goodness of fit untuk mendapatkan pola waktu
kerusakan, pola waktu perbaikan, nilai reliability, availability, dan maintainability
jalan rel saat ini. Survei terhadap mode kegagalan jalan rel telah dilakukan kepada
para expert perawatan jalan rel di PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk analisis
failure modes and effects analysis (FMEA) sebagai indikator parameter safety.
Selanjutnya dilakukan perhitungan pendekatan biaya maintenance eksisiting dan
berdasarkan analisis RAMS, serta pengaruhnya terhadap pendapatan perusahaan.
Dari pengolahan data tersebut, untuk pola waktu kerusakan di seluruh segmen
diperoleh 26 komponen mengikuti distribusi weibull, 3 komponen berdistribusi
eksponensial, dan 1 komponen berdistribusi normal. Untuk pola waktu perbaikan
kerusakan diperoleh 18 komponen mengikuti distribusi weibull, 11 komponen
berdistribusi normal, dan 1 komponen berdistribusi eksponensial. Nilai keandalan
masing-masing komponen dan geometri jalan rel berdasarkan interval pemeriksaan
visual 12 jam oleh PPJ berada di atas 90%, sedangkan keandalan sistem jalan rel
berada diantara nilai 60%-80% untuk seluruh segmen. Nilai keandalan (reliability)
sistem geometri jalan rel berdasarkan hasil pengukuran kereta ukur di seluruh
segmen, untuk kategori 1 berada diantara 74%-88%, kategori 2 berada diantara
11%-57%, kategori 3 berada diantara 0,5%-22%, dan kategori 4 berada diantara
0,2%-14%. Nilai ketersediaan (availability) komponen dan geometri jalan rel saat
ini berdasarkan MTBF dan MTTR setiap komponen di seluruh segmen berada di
atas 95%, dan ketersediaan (availability) sistem jalan rel berada diantara nilai 92%
- 98%. Nilai maintainability pada kondisi MTTR di seluruh segmen berada diantara
46% - 63%. Untuk keselamatan (safety), RPN tertinggi ada pada mode kegagalan
rel retak pada sambungan las / pelat sambung dengan nilai 280.
Pada strategi maintenance jalan rel, berdasarkan target 90% reliability didapatkan
interval routine dan preventive maintenance setiap komponen di seluruh segmen
bervariasi, mulai dari inspeksi setiap 1 hari, sampai 9 hari. Dengan adanya
preventive maintenance, terdapat peningkatan nilai reliability dan MTBF untuk
beberapa komponen dan geometri jalan rel yang menyebabkan peningkatan nilai
availability. Berdasarkan target 90% maintainability, rata-rata tambahan waktu
perbaikan dari seluruh segmen untuk semua komponen jalan rel yaitu antara 0,52
jam sampai 1,49 jam. Rekomendasi tindakan yang dilakukan pada mode kegagalan
menyebabkan penurunan nilai RPN, dikarenakan ada penurunan parameter
occurrence dan detection. Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, biaya total
routine dan preventive maintenance seluruh segmen berdasarkan analisis RAMS
naik sebesar Rp607.501.447, dan biaya total corrective maintenance seluruh
segmen turun sebesar Rp1.201.626.074. Maka, total biaya maintenance turun
sebesar Rp594.124.627. Lalu, opportunity lost dari service recovery kepada
penumpang akibat kelambatan perjalanan KA turun sebesar Rp2.810.320.000 dan
opportunity lost dari potensi pengembalian bea tiket turun sebesar
Rp7.130.583.400. Dengan kondisi tersebut, ada efisiensi biaya yang masuk ke
pendapatan perusahaan yang berasal dari total biaya maintenance dan opportunity
lost sebesar Rp10.535.028.027.