digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dokumen Asli
Terbatas  Dessy Rondang Monaomi
» Gedung UPT Perpustakaan

Cahaya matahari merupakan salah satu sumber energi terbarukan. Terdapat sebuah alat yang mampu mengubah energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik yang disebut sebagai panel surya. Panel surya berfungsi dengan baik ketika matahari menyinari panel surya. Untuk menggunakan energi listrik yang dihasilkan panel surya saat malam hari, energi listrik yang dihasilkan panel surya saat matahari bersinar dapat disimpan ke sebuah alat penyimpan energi seperti baterai. Sistem yang paling sederhana terdiri dari panel surya yang terhubung langsung dengan baterai. Konfigurasi sistem ini akan menyebabkan efisiensi transfer daya dari panel surya ke baterai menjadi tidak maksimal. Selain itu, sistem ini akan memperpendek masa pakai baterai karena proses pengisian daya baterai yang tidak terkendali. Oleh karena itu, alat atau perangkat untuk mengendalikan pengisian daya baterai dipasang antara panel surya dan baterai. Alat ini disebut sebagai Solar Charge Controller (SCC). Biasanya SCC dengan jenis Pulse Width Modulation (PWM) digunakan untuk sistem dengan skala yang relatif kecil. Sesuai namanya, SCC ini menggunakan sinyal PWM untuk mengendalikan proses pengisian daya baterai. Namun, efisiensi sistem setelah dipasang PWM-SCC ini tidak meningkat, karena PWM-SCC tidak mempunyai fitur untuk memaksimalkan daya yang dihasilkan oleh panel surya. SCC yang mempunyai fitur untuk mengendalikan proses pengisian daya baterai dan fitur untuk memaksimalkan daya yang dihasilkan oleh panel surya disebut sebagai Maximum Power Point Tracking Solar Charge Controller (MPPT-SCC). Daya yang dihasilkan oleh panel surya disebut sebagai titik daya. Hal inilah yang menyebabkan metode memaksimalkan daya keluaran panel surya disebut sebagai MPPT. Rancangan MPPT-SCC terdiri dari 4 bagian utama, yaitu power conversion, charge controller, kontroler untuk power conversion-charge controller, dan interface. Bagian sistem yang dikerjakan dalam tugas akhir ini adalah power conversion, sebagian firmware untuk kontroler power conversion-charge controller, dan regulator-regulator tegangan. Subsistem power conversion terdiri dari sebuah DC-DC converter dan rangkaian sensing tegangan dan arus input. Topologi DC-DC converter yang digunakan adalah buck converter karena baterai yang digunakan adalah baterai 12 V. Karena efisiensi merupakan aspek utama yang ditargetkan, maka topologi buck converter yang digunakan bersifat synchronous. Topologi buck converter yang bersifat synchronous ini membutuhkan dua buah sinyal PWM yang saling komplementer untuk mengendalikan dua buah switch. Rangkaian sensing tegangan input terdiri dari rangkaian pembagi tegangan dan filter anti-aliasing, sementara rangkaian sensing arus input terdiri dari sebuah current resistor, differential amplifier, dan filter anti-aliasing. Bagian firmware yang dikerjakan adalah generasi sinyal PWM dengan peripheral MCPWM ESP32 dan sampling dengan peripheral ADC ESP32. Regulator-regulator tegangan diimplementasikan dengan modul LM2596 sebagai sumber tegangan untuk kontroler, sensor, dan rangkaian switching. ii Desain rangkaian DC-DC converter dan rangkaian sensing dimulai dari menghitung nilai komponen minimal yang diperlukan berdasarkan spesifikasi yang telah ditentukan. Karena komponen pada PCB akan dipasang oleh jasa assembly, maka harus dipastikan bahwa komponen yang dipilih harus bisa dipasang. Generasi sinyal PWM memanfaatkan peripheral dengan hubungan antar blok yang telah ditetapkan, sehingga tidak memerlukan desain hardware. Algoritma MPPT diimplementasikan sebagai firmware pada ESP32 sehingga tidak memerlukan desain hardware juga. Karena pemasangan komponen-komponen penting telah dilakukan oleh jasa assembly, implementasi buck converter dan rangkaian sensing hanya terdiri dari soldering pin header, menghubungkan pin-pin header tertentu, dan pengujian. Generasi dua buah sinyal PWM yang saling komplementer memanfaatkan timing event yang dihasilkan oleh timer PWM, sementara sampling memanfaatkan fungsi-fungsi dari framework ESP-IDF. Implementasi algoritma incremental conductance ternyata menyebabkan titik daya berosilasi pada titik daya awal. Hal ini diatasi dengan memodifikasi algoritma tersebut agar favor ke penambahan duty cycle, sehingga menyebabkan algoritma mampu mengejar titik daya maksimal. Rancangan buck converter memiliki efisiensi maksimal 97,1% ketika diberi daya input 140 W. Pengujian buck converter dilakukan hanya hingga tegangan input 30 V dan arus input 6,26 A karena keterbatasan alat. Algoritma modified incremental conductance mampu mengejar titik daya maksimal dengan standar deviasi sebesar 1,0919 W.