PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) merupakan perusahaan milik negara yang mengelola sistem kereta api di Indonesia, berperan penting dalam menyediakan layanan transportasi bagi jutaan orang. Untuk mendukung operasinya, PT. KAI mengoperasikan berbagai fasilitas, termasuk depo dan balai yasa, yang menangani perawatan dan perbaikan kereta api. Depo adalah fasilitas yang lebih kecil untuk perawatan dasar dan perbaikan kecil, sementara Balai Yasa adalah fasilitas yang lebih besar untuk perawatan dan perbaikan komprehensif. Penelitian ini berfokus pada Balai Yasa Yogyakarta dan manajemen pemeliharaan lokomotif CC 206. Sub sistem kritis yang diidentifikasi adalah sub sistem Diesel dengan komponen kritis: Injector Nozzle, Inverter, Seal Output, dan Retainer. Berdasarkan perhitungan kebutuhan selama satu tahun menggunakan poisson process, maka kebutuhan komponen Injector Nozzle sebanyak 21 Set, Inverter sebanyak 31 unit, Seal Output sebanyak 42 unit, dan Retainer sebanyak 23 unit. Strategi manajemen stok menggunakan metode min-max stock dan reorder point menunjukkan kebutuhan minimum dan maksimum. Untuk minimum stock komponen Injector nozzle, Inverter, Seal Output, Retainer secara berturut turut adalah 22, 31, 15, 12 dan untuk maximum stocknya sebesar 32, 36, 21, 14. Analisis biaya menunjukkan variasi dalam biaya terkait dengan strategi manajemen stok yang berbeda. Injector Nozzle memerlukan biaya antara Rp. 304.650.234 hingga Rp. 464.228.928, Inverter antara Rp. 5.430.625.632 hingga Rp. 6.306.532.992, Seal Output antara Rp. 33.000.000 hingga Rp. 92.400.000, dan Retainer antara Rp. 371.513.832 hingga Rp. 712.068.178. Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi manajemen stok yang tepat dapat meminimalkan biaya pemeliharaan dan memastikan ketersediaan komponen kritis untuk operasional lokomotif CC 206.