Kopi adalah minuman populer dengan potensi pasar tinggi di seluruh dunia. Biji kopi mengandung kafein yang bermanfaat, namun berdampak negatif bagi pengidap caffeine sensitivity sehingga dikembangkan metode dekafeinasi kopi. Metode direct solvent decaffeination dapat menurunkan kualitas rasa dan aroma kopi. Oleh karena itu, metode indirect solvent decaffeination lebih disukai karena biji kopi tidak berkontak langsung dengan pelarut, sehingga aroma dan rasa khas dari kopi dapat dipertahankan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh kondisi operasi ekstraksi kafein terhadap penurunan kafein dan asam klorogenat menggunakan pelarut etil asetat dan etil butirat serta melakukan pengembalian rasa dan aroma ke dalam biji kopi Robusta. Etil asetat dapat menurunkan kafein lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan etil butirat, tanpa perbedaan signifikan dalam penurunan asam klorogenat. Variabel yang divariasikan dalam penelitian ini meliputi temperatur (25°C, 55°C, 65°C), waktu ekstraksi (30, 60, 90 menit), dan rasio ekstrak kopi terhadap pelarut (1:1, 1:3, 1:5 v/v). Seluruh parameter kondisi operasi mempengaruhi penurunan kafein dan asam klorogenat secara signifikan (p<0,05). Penurunan tertinggi dicapai pada 55°C selama 30 menit dengan rasio 1:5 (v/v), dengan penurunan kafein dan asam klorogenat berturutturut sebesar 46,623 ± 1,48% dan 5,138 ± 0,80%. Ekstraksi multitahap menghasilkan penurunan kafein dan asam klorogenat yang lebih besar di setiap tahapan, tetapi jumlah kafein yang terekstrak semakin rendah dibandingkan asam klorogenat, sehingga ekstraksi satu tahap ditetapkan terbaik untuk menurunkan kafein dan mempertahankan aroma serta rasa. Perendaman biji dalam ekstrak kopi hijau dapat mengembalikan 27,49% asam klorogenat ke dalam biji kopi. Kopi terdekafeinasi memiliki tingkat kesukaan lebih rendah (4,025 ± 1,21) dibandingkan kopi non-dekafeinasi (4,95 ± 1,40) pada skala 7, meski kesukaan panelis terhadap acidity dan bitterness tidak berbeda signifikan.