Gout merupakan suatu penyakit radang sendi yang disebabkan oleh hiperurisemia.
Tingginya kadar asam urat dapat memicu terbentuknya pengendapan kristal
monosodium urat yang akan mengakibatkan timbulnya radang pada sendi sehingga
dapat mengganggu kualitas hidup penderita. Asam urat dapat berperan sebagai
antioksidan atau prooksidan. Dalam keadaan normal asam urat berperan sebagai
antioksidan, akan tetapi kadar asam urat yang berlebihan (hiperurisemia) dapat
beralih menjadi oksidan kuat, serta menyebabkan terjadinya endapan asam urat di
sendi yang akan menimbulkan peradangan sendi (gout). Keterlibatan enzim xantin
oksidase dalam pembentukan asam urat menjadikannya sebagai target terapi pada
pengobatan penyakit gout. Allopurinol merupakan salah satu obat yang digunakan
pada terapi penyakit gout yang bekerja dengan menghambat enzim xantin oksidase
sehingga dapat menurunkan produksi asam urat. Namun, allupurinol memiliki
berbagai efek samping merugikan antara lain sindrom hipersensitivitas allopurinol,
sindrom Stevens-Johnson, sindrom-dress yaitu salah satu reaksi samping obat berat
yang ditandai dengan erupsi kulit, demam, dan keterlibatan organ dalam,
agranulositosis, anemia, trombositopenia, leukopenia dan nekrolisis epidermal
toksik yang ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis >30% luas
permukaan badan disertai rasa sakit dan dapat menyebabkan kematian. Sebagai
alternatif terapi penyakit ini adalah tanaman obat yang berasal dari suku
Phyllanthaceae. Tumbuhan marga Phyllanthus secara tradisional banyak digunakan
untuk menurunkan asam urat, konstipasi, hipertensi, demam, nyeri otot, diare,
penyakit kandung empedu, gangguan saluran kemih, penyakit seksual menular,
kencing manis, luka, reumatik, dan radang sendi.
Ekstrak terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki sifat polar maupun
non polar yang memiliki kelarutan yang baik dalam pelarut organik namun sukar
larut dalam air sehingga dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat dalam tubuh.
Pengembangan sistem penghantaran obat dapat meningkatkan kelarutan senyawa,
yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas farmakologisnya terutama untuk
rute pemberian oral. Pemilihan pengembangan sediaan nanosuspensi bertujuan
untuk meningkatkan laju disolusi ekstrak sehingga dapat meningkatkan
bioavailabilitas senyawa yang sukar larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk
cair agar mudah diberikan kepada pasien, dan air sebagai medium pembawa pada
sediaan nanosuspensi merupakan pelarut yang paling aman bagi manusia
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Skrining tumbuhan suku
Phyllanthaceae secara in vitro menggunakan spektrofotometer untuk mencari
tumbuhan yang memiliki aktivitas penghambatan xantin oksidase paling baik.
Kemudian dilakukan standardisasi dan isolasi senyawa aktif dari tumbuhan terpilih
menggunakan metode kromatografi dengan dipandu oleh aktivitas penghambatan
enzim xantin oksidase secara in vitro. Tahap selanjutnya yaitu pengembangan
sediaan nanopartikel dari ekstrak tumbuhan terpilih dan uji aktivitas
antihiperurisemia secara in vitro dan in vivo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengisolasi senyawa aktif antioksidan dan penghambatan xantin oksidase,
mengembangkan sediaan nanopartikel ekstrak dan menguji aktivitas antioksidan
dan penghambatan xantin oksidase dari ekstrak, isolat, dan sediaan nanopartikel
ekstrak.
Hasil uji aktivitas penghambatan xantin oksidase dari kelima ekstrak etanol
tumbuhan suku Phyllanthaceae, pada konsentrasi 100 µg/mL ekstrak etanol daun
Phyllanthus emblica, Baccaurea costulata, Phyllanthus acidus, Phyllanthus niruri,
dan Sauropus androgynus memiliki penghambatan masing-masing sebesar 56,32 ±
1,08%; 18,85 ± 2,32%; 13,24 ± 2,94%; 10,29 ± 0,72%; dan -9,03 ± 1,05%
sementara pada konsentrasi 200 µg/mL memiliki penghambatan masing-masing
sebesar 86,59 ± 0,65%; 24,34 ± 1,99%; 37,47 ± 0,17%; 36,5 ± 1,74%; dan 5,09 ±
0,19%. Ekstrak etanol daun Phyllanthus emblica menjadi tumbuhan terpilih untuk
dilanjutkan proses isolasi karena memberikan aktivitas penghambatan xantin
oksidase terbaik. Hasil uji aktivitas penghambatan xantin oksidase dari fraksi
ekstrak tumbuhan terpilih suku Phyllanthaceae menunjukkan bahwa fraksi etil
asetat memiliki aktivitas penghambatan xantin oksidase terbaik dibandingkan fraksi
n-heksana, fraksi air, dan fraksi endapan yaitu dengan nilai IC50 sebesar 42,13 ±
1,16 µg/mL sehingga fraksi etil asetat dipilih untuk dilanjutkan proses pemisahan
senyawanya. Hasil uji aktivitas penghambatan xantin oksidase subfraksi hasil
pemisahan fraksi etil asetat diperoleh subfraksi SF29A memberikan aktivitas
terbaik dalam penghambatan enzim xantin oksidase dengan nilai penghambatan
pada konsentrasi 25 µg/mL sebesar 47,81 ± 0,41% dan pada konsentrasi 50 µg/mL
sebesar 80,10 ± 0,77%. Isolat SF29A1 yang dikonfirmasi sebagai senyawa rutin
dan SF29A2 yang dikonfirmasi sebagai kuersitrin telah berhasil diisolasi dari
ekstrak tumbuhan terpilih suku Phyllanthaceae yaitu Phyllanthus emblica yang
aktif dalam penghambatan enzim xantin oksidase yaitu dengan nilai IC50 masingmasing sebesar 32,77 ± 4,49 µg/mL dan 23,85 ± 2,04 µg/mL.
Hasil pengembangan formula nanosuspensi terpilih yaitu formula D2 dimana
ekstrak etanol P. emblica digiling menggunakan alat planetary ball mill dengan
frekuensi milling 400, ekstrak 0,1%, PVP 0,01%, lama sonikasi bath 15 menit dan
lama sonikasi probe 10 menit memberikan ukuran partikel 373 nm dan indeks
polidispersitas 0,311 memiliki aktivitas penghambatan xantin oksidase yang kuat
secara in vitro yakni dengan nilai IC50 sebesar 38,37 ± 0,93 µg/mL lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak yakni dengan nilai IC50 sebesar 72,55 ± 1,22 µg/mL.
Pada pengujian in vivo pada menit ke-60 sediaan nanosuspensi ekstrak dosis 12,5
mg/kg bb memiliki perbedaan bermakna dengan kontrol positif (kelompok tanpa
pemberian obat maupun sampel uji).
Ekstrak P. emblica memberikan aktivitas antioksidan dengan nilai AAI DPPH 8,39
± 0,04 dan AAI Cuprac 13,19 ± 0,06, mendekati nilai AAI dari asam askorbat yaitu
AAI DPPH 10,42 ± 0,03 dan AAI Cuprac 10,53 ± 0,03. Diantara fraksi n-heksana,
fraksi etil asetat, fraksi air, dan fraksi endapan aktivitas antioksidan terbaik
diberikan oleh fraksi etil asetat yaitu dengan nilai AAI DPPH 12,62 ± 0,05 dan AAI
Cuprac 23,10 ± 0,08. Aktivitas antioksidan isolat 1 (SF29A1) lebih kuat
dibandingkan isolat 2 (SF29A2) yaitu AAI DPPH 7,90 ± 0,03 dan AAI Cuprac
15,83 ± 0,04 sementara AAI DPPH isolat 2 (SF29A2) 3,72 ± 0,01 dan AAI Cuprac
3,24 ± 0,03. Sediaan nanosuspensi ekstrak P. emblica menunjukkan aktivitas
antioksidan yang lebih kuat dibandingkan ekstrak dan asam askorbat dimana nilai
AAI DPPH dari sediaan nanosuspensi ekstrak yaitu 11,15 ± 0,06 dan nilai AAI
cuprac 16,11 ± 0,01.
Penelitian ini memberikan informasi bahwa tumbuhan P. emblica memiliki potensi
untuk dijadikan alternatif pengobatan untuk asam urat karena memiliki senyawa
aktif antioksidan dan penghambatan xantin oksidase, disamping itu pengembangan
sediaan nanosuspensi dari ektrak tumbuhan ini sangat potensi untuk dikembangkan
lebih lanjut sehingga dapat memberikan manfaat bagi penderita hiperurisemia.