Seiring meningkatnya produksi kelapa sawit selalu diikuti dengan meningkatnya
jumlah limbah padat yang dihasilkan. Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) sebagai bahan bakar padat dihindari karena memiliki bulk density yang
rendah, tingginya kadar air dan kandungan kalium. Hidrotermal Treatment (HT)
proses yang dipilih dalam percobaan ini untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi. Tujuan dari percobaan ini adalah mengkaji efek temperatur HT terhadap
kualitas TKKS menjadi bio-arang sebagai bahan bakar co-firing dan mendapatkan
kalium dalam bentuk larutan dengan konsentrasi setinggi mungkin.
Seratus gram TKKS dimasukkan kedalam reaktor kapasitas 2,3 L, dengan pelarut
dengan perbandingan 5:1 mL/g dalam reaktor. Temperatur hidrotermal divariasikan
dari 120, 150, 180, 200 dan 220ºC dengan lama waktu tinggal 60 menit. Produk HT
difiltasi untuk dipisahkan residu padat dan hidrolisat. Sampel TKKS, Hasil residu
padat (bio-arang) dan hidrolisat dianalisis untuk dilakukan karakterisasi. Sampel
TKKS dan bio-arang hasil HT digunakan sebagai bahan baku pelet. Proses produksi
pelet diawali dengan memasukkan 0,4 g sampel ke dalam cetakan pelet dengan Ø
= 1 cm. Produksi pelet dioperasikan pada tekanan 200 dan 250 bar. Pelet TKKS dan
bio-arang kemudian dilakukan tes uji kuat tekan.
Proses hidrotermal mampu meningkatkan kualitas bahan bakar padat dilihat dari
nilai kalor dari arang hidrotermal pada 220ºC sebesar 21,81 MJ/kg lebih tinggi
dibandingkan TKKS mentah 19,68 MJ/kg. Rasio O/C pada temperatur HT 220ºC
0,61 lebih rendah dibandingkan dari bahan baku 1,02. Rasio H/C yang didapatkan
hasil 1,1 dan 1,2 lebih rendah dibandingkan dari bahan baku 1,4. Dengan HT
kandungan K2O dalam bio-arang 220ºC 9,24% dibandingkan bahan baku 17,09%.
Fouling dan slagging index dari bahan bakar masuk dalam kategori ringan.
Kesimpulan dari percobaan ini HT meningkatkan kualitas TKKS menjadi bio-arang
sebagai bahan bakar co-firing, HT mampu menurunkan fouling dan slagging index
dari TKKS, dan pelet bio-arang sudah memenuhi standar SNI kecuali kadar abu
yang masih belum memenuhi standar yang ditetapkan.