ABSTRAK Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Cover - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 1 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 2 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 3 -Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 4 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 5 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 6 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 7 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Bab 8 - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Pustaka - Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Indonesia memiliki potensi besar di sektor perminyakan dan gas sehingga
diperlukan pengembangan fasilitas penunjang kegiatan lepas pantai, seperti sistem
pipa bawah laut untuk mendukung produksi dan distribusi yang efektif. Untuk
memastikan bahwa pipa bawah laut dapat beroperasi dengan aman dan memiliki
tingkat risiko kegagalan yang rendah, diperlukan tahapan desain dan analisis yang
matang dan sesuai dengan standar, serta disesuaikan dengan kondisi lingkungan
tempat pipa bawah laut beroperasi. Tahapan pertama dalam perancangan pipa
bawah laut adalah desain tebal dinding pipa menggunakan standar desain DNV-STF101.
Tebal dinding pipa didesain berdasarkan kriteria kegagalan internal pressure
containment, external overpressure, dan propagation buckling pada kondisi
instalasi, hydrotest, operasi, dan shutdown. Penentuan tebal dinding pipa
disesuaikan dengan ketersediaan pipa pada API 5L Specification for Linepipe.
Ketebalan dinding pipa yang telah memenuhi seluruh kriteria adalah 15.9 mm.
Tahapan selanjutnya adalah analisis on-bottom stability untuk menentukan tebal
selimut beton berdasarkan standar DNV-RP-F109. Analisis on-bottom stability
dilakukan dengan memeriksa kestabilan arah lateral dan vertikal pipa tanpa
menggunakan trenching. Tebal selimut beton yang dipilih dan telah memenuhi
kriteria adalah sebesar 85.7 mm. Selanjutnya, analisis instalasi dinamik pipa bawah
laut dilakukan menggunakan perangkat lunak OFFPIPE dan MOSES. Analisis
instalasi dilakukan pada dua kondisi perairan dan mempertimbangkan respons
gerakan barge pada saat terkena gelombang dari 12 sudut arah datang gelombang.
Instalasi pipa bawah laut dilakukan menggunakan metode S-Lay dan didapatkan
konfigurasi roller, tensioner, dan stinger yang telah memenuhi kriteria tegangan
pada standar DNV-ST-F101 dengan tegangan maksimum yang diterima pipa
sebesar 84.72% pada daerah overbend dan 64.1% pada daerah sagbend dengan
sudut trim sebesar 1º dan hitch sebesar -3º. Analisis bentang bebas dilakukan
berdasarkan standar DNV-RP-F105 dengan mempertimbangkan besar VIV dan
direct wave loading pada pipa bawah laut. Panjang bentang bebas yang diizinkan
adalah 31.13m berdasarkan kriteria screening fatigue dan ultimate limit state. Pipa
yang beroperasi di bawah laut tidak terlepas dari korosi yang merupakan proses
alamiah ketika suatu logam berinteraksi dengan lingkungannya. Korosi pada pipa
dapat menyebabkan penipisan tebal dinding pipa secara signifikan, mengurangi
daya dukung pipa, dan mempengaruhi integritas struktural pipa. Korosi internal
yang terjadi pada pipa bawah laut dapat menyebabkan pipa mengalami bursting.
Analisis korosi dilakukan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan
perangkat lunak ABAQUS untuk mengetahui nilai burst pressure yang terjadi
ketika terdapat pengaruh kedalaman dan lebar korosi yang berbeda dengan bentuk
korosi yang diidealisasikan (korosi seragam) dan bentuk geometri korosi kompleks
(korosi acak). Dari hasil analisis, diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya
kedalaman korosi (corrosion depth) maka nilai burst pressure yang terjadi akan
semakin kecil. Setiap penambahan rasio kedalaman korosi (d/t) sebesar 0.15 maka
nilai burst pressure akan menurun sebanyak 15-20% dari internal pressure yang
diaplikasikan pada pipa untuk korosi seragam dan menurun sebanyak 20-23%
untuk korosi acak. Hal tersebut menandakan bahwa semakin dalam korosi pada
pipa maka pipa tersebut akan semakin mudah mengalami bursting. Penurunan nilai
burst pressure pipa dengan korosi acak lebih besar 3-5% dibandingkan korosi
seragam. Diketahui bahwa nilai burst pressure pada pemodelan korosi seragam
memiliki nilai yang lebih besar 18% dibandingkan korosi acak dengan nilai ratarata
burst presssure korosi seragam sebesar 18.28635 MPa dan korosi acak sebesar
14.8963 MPa.