digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Joanna Mary
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Indonesia memiliki potensi besar di sektor perminyakan dan gas sehingga diperlukan pengembangan fasilitas penunjang kegiatan lepas pantai, seperti sistem pipa bawah laut untuk mendukung produksi dan distribusi yang efektif. Untuk memastikan bahwa pipa bawah laut dapat beroperasi dengan aman dan memiliki tingkat risiko kegagalan yang rendah, diperlukan tahapan desain dan analisis yang matang dan sesuai dengan standar, serta disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat pipa bawah laut beroperasi. Tahapan pertama dalam perancangan pipa bawah laut adalah desain tebal dinding pipa menggunakan standar desain DNV-STF101. Tebal dinding pipa didesain berdasarkan kriteria kegagalan internal pressure containment, external overpressure, dan propagation buckling pada kondisi instalasi, hydrotest, operasi, dan shutdown. Penentuan tebal dinding pipa disesuaikan dengan ketersediaan pipa pada API 5L Specification for Linepipe. Ketebalan dinding pipa yang telah memenuhi seluruh kriteria adalah 15.9 mm. Tahapan selanjutnya adalah analisis on-bottom stability untuk menentukan tebal selimut beton berdasarkan standar DNV-RP-F109. Analisis on-bottom stability dilakukan dengan memeriksa kestabilan arah lateral dan vertikal pipa tanpa menggunakan trenching. Tebal selimut beton yang dipilih dan telah memenuhi kriteria adalah sebesar 85.7 mm. Selanjutnya, analisis instalasi dinamik pipa bawah laut dilakukan menggunakan perangkat lunak OFFPIPE dan MOSES. Analisis instalasi dilakukan pada dua kondisi perairan dan mempertimbangkan respons gerakan barge pada saat terkena gelombang dari 12 sudut arah datang gelombang. Instalasi pipa bawah laut dilakukan menggunakan metode S-Lay dan didapatkan konfigurasi roller, tensioner, dan stinger yang telah memenuhi kriteria tegangan pada standar DNV-ST-F101 dengan tegangan maksimum yang diterima pipa sebesar 84.72% pada daerah overbend dan 64.1% pada daerah sagbend dengan sudut trim sebesar 1º dan hitch sebesar -3º. Analisis bentang bebas dilakukan berdasarkan standar DNV-RP-F105 dengan mempertimbangkan besar VIV dan direct wave loading pada pipa bawah laut. Panjang bentang bebas yang diizinkan adalah 31.13m berdasarkan kriteria screening fatigue dan ultimate limit state. Pipa yang beroperasi di bawah laut tidak terlepas dari korosi yang merupakan proses alamiah ketika suatu logam berinteraksi dengan lingkungannya. Korosi pada pipa dapat menyebabkan penipisan tebal dinding pipa secara signifikan, mengurangi daya dukung pipa, dan mempengaruhi integritas struktural pipa. Korosi internal yang terjadi pada pipa bawah laut dapat menyebabkan pipa mengalami bursting. Analisis korosi dilakukan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ABAQUS untuk mengetahui nilai burst pressure yang terjadi ketika terdapat pengaruh kedalaman dan lebar korosi yang berbeda dengan bentuk korosi yang diidealisasikan (korosi seragam) dan bentuk geometri korosi kompleks (korosi acak). Dari hasil analisis, diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya kedalaman korosi (corrosion depth) maka nilai burst pressure yang terjadi akan semakin kecil. Setiap penambahan rasio kedalaman korosi (d/t) sebesar 0.15 maka nilai burst pressure akan menurun sebanyak 15-20% dari internal pressure yang diaplikasikan pada pipa untuk korosi seragam dan menurun sebanyak 20-23% untuk korosi acak. Hal tersebut menandakan bahwa semakin dalam korosi pada pipa maka pipa tersebut akan semakin mudah mengalami bursting. Penurunan nilai burst pressure pipa dengan korosi acak lebih besar 3-5% dibandingkan korosi seragam. Diketahui bahwa nilai burst pressure pada pemodelan korosi seragam memiliki nilai yang lebih besar 18% dibandingkan korosi acak dengan nilai ratarata burst presssure korosi seragam sebesar 18.28635 MPa dan korosi acak sebesar 14.8963 MPa.