digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Biosurfaktan merupakan senyawa amfipatik yang diproduksi oleh mikroba yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Biosurfaktan memiliki keunggulan berupa toksisitas yang rendah dan dapat terurai secara hayati sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan surfaktan sintetis. Namun, produksi biosurfaktan dalam skala industri terhambat karena produktivitas biosurfaktan rendah sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan pasar. Pada penelitian sebelumnya, usaha peningkatan produksi biosurfaktan oleh wildtype (WT) Bacillus sp. berfokus pada rekayasa metabolisme melalui adaptation laboratory evolution (ALE). Dari proses tersebut diperoleh mutan stabil Bacillus sp. KG7’b yang menghasilkan biosurfaktan dengan kemampuan emulsifikasi yang tinggi, namun kemampuan produksinya masih rendah (0,27 ± 0,05 g/L). Karena itu, dalam penelitian ini dilakukan rekayasa bioproses dengan memanipulasi konsentrasi substrat untuk meningkatkan produksi biosurfaktan. Peningkatan produksi biosurfaktan dilakukan menggunakan pendekatan optimasi kondisi fermentasi berupa rasio sumber karbon dan nitrogen (C/N) pada medium, serta optimasi umur inokulum melalui response surface methodology (RSM). Parameter optimasi dievaluasi berdasarkan respons terhadap kinetika produksi biosurfaktan berupa: (1) produktivitas biosurfaktan, (2) yield produksi (Yp/x), dan (3) konsentrasi biosurfaktan yang dihasilkan. Pada penelitian juga dilakukan analisis struktur dan kestabilan biosurfaktan pada berbagai kondisi lingkungan suhu, pH, dan salinitas. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa nheksana merupakan sumber karbon alternatif yang dapat digunakan untuk memproduksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. KG7’b. Produktivitas biosurfaktan optimum mencapai 18 mg/L.jam pada penggunaan medium dengan rasio C/N 5,1 dan umur inokulum 14 jam. Nilai Yp/x biosurfaktan optimum di 24,8 ng.mL/CFU pada penggunaan rasio C/N 7,6 dengan umur inokulum 18 jam. Konsentrasi biosurfaktan yang diperoleh optimum pada penggunaan rasio C/N 3,8 dengan umur inokulum 12 jam yang menghasilkan biosurfaktan sebanyak 0,68 ± 0,02 g/L atau setara dengan peningkatan produksi 2,5 kali lipat dibandingkan dengan hasil rekayasa metabolisme pada penelitian sebelumnya. Hasil analisis uji kestabilan biosurfaktan terhadap variasi lingkungan suhu, pH, dan salinitas pada uji emulsifikasi (%E24) di minyak bumi berat (ABG3), minyak bumi ringan (CEPU), dan minyak goreng (BML) menunjukkan bahwa biosurfaktan yang dihasilkan dapat stabil pada rentang suhu 20 - 100 ºC maupun pH 2 - 12 namun tidak stabil pada penambahan salinitas di atas 2% (w/v NaCl). Analisis struktur biosurfaktan melalui fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) menunjukkan bahwa biosurfaktan yang dihasilkan merupakan kelas non-surfactin lipopeptide yang didominasi oleh gugus hidrofilik dan rentan terhadap interaksi dengan ion Na+. Biosurfaktan yang dihasilkan juga memiliki perbedaan struktur dengan biosurfaktan yang dihasilkan oleh WT sebelum proses ALE maupun dengan biosurfaktan yang dihasilkan oleh KG7’ sebelum perlakuan optimasi.