digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kurangnya perhatian dan upaya pengelolaan terhadap pada padang lamun menjadi tantangan utama bagi konservasi padang lamun, terutama pada kawasan Asia Tenggara. Dalam merencanakan pengelolaan ekosistem, metode gabungan yang menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif memungkinkan analisis yang lebih komprehensif dan mendalam. Namun, metode hibrida ini biasanya kompleks dan tidak praktis ketika diterapkan di lokasi dengan data dan informasi yang terbatas. Metode yang lebih sederhana sebagian besar didasarkan pada pendekatan SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats), seperti SWOT-QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix), yang telah dikritik karena dianggap terlalu sederhana dan reduktif. Kami mengusulkan model DAPSIR (Drivers-Activities-Pressures-State-Impacts-Responses) sebagai alternatif potensial untuk SWOT dan dapat digabungkan dengan QSPM untuk membentuk metode DAPSIR-QSPM. Pulau Semujur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia, merepresentasikan kondisi umum padang lamun di Asia Tenggara karena langsung terpengaruh oleh aktivitas manusia, berada di luar Kawasan Konservasi Laut (KKL), dan saat ini tidak memiliki rencana pengelolaan formal. Oleh karena itu, dibutuhkan perancangan pengelolaan padang lamun di kawasan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode DAPSIR-QSPM yang diusulkan untuk merumuskan rencana manajemen masa depan untuk kasus Pulau Semujur. Pada penelitan ini, persepsi, pengetahuan, dan partisipasi masyarakat lokal dalam pemanfaatan dan manajemen padang lamun; serta faktor eksternal yang memengaruhi kondisi padang lamun dijadikan faktor untuk proses pengambilan keputusan. Wawancara terstruktur dilakukan dengan anggota masyarakat lokal untuk menyelidiki aspek sosial, termasuk persepsi, pengetahuan, dan partisipasi masyarakat lokal dalam manajemen padang lamun. Wawancara semi-terstruktur dengan beberapa pemangku kepentingan dan observasi langsung di lapangan dilakukan untuk menjelajahi faktor eksternal yang relevan dengan kondisi padang lamun. Model DAPSIR dibuat untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor tersebut. Dengan menggunakan informasi dari model DAPSIR dan hasil wawancara terstruktur, digunakan QSPM untuk memilih alternatif yang paling sesuai secara kuantitatif. Penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun anggota masyarakat lokal umumnya telah menyadari keberadaan padang lamun, mereka belum menyadari nilai dan pentingnya padang lamun ini di luar jasa penyediaan mereka. Partisipasi dalam pengelolaan padang lamun saat ini terbatas, dengan satu-satunya pengelolaan yang dilakukan secara rutin adalah pembersihan pantai, namun dilakukan secara sporadis oleh anggota masyarakat. Sebanyak enam belas faktor teridentifikasi memengaruhi kondisi padang lamun, dengan faktor utama meliputi keberadaan beberapa spesies yang dilindungi, aktivitas pertambangan di dekat pulau, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, potensi pariwisata yang tinggi, dan kurangnya upaya pengelolaan yang jelas. Berdasarkan faktor-faktor ini, program pemantauan jangka panjang dan/atau riset dihitung sebagai strategi prioritas untuk manajemen situs ini. Dari kasus ini, walaupun masih terdapat kekurangan yang harus dipertimbangkan, metode DAPSIR-QSPM menyediakan alternatif yang lebih cocok untuk metode berbasis SWOT, terutama dalam kasus di mana data yang komprehensif tidak tersedia.