digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Keberlanjutan telah menjadi kebijakan pembangunan global, termasuk pada sektor industri. Keberlanjutan ditujukan untuk pencapaian profit untuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup secara terintegrasi. Kewajiban industri di Indonesia untuk menerapkan keberlanjutan berlaku untuk industri besar dan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Industri besar dapat masuk ke kawasan industri, sehingga memudahkan pemberian fasilitas, serta pengawasan dan pengendalian untuk memastikan bahwa industri memenuhi ketentuan keberlanjutan. Sementara itu, IKM tidak mampu bergabung ke kawasan industri karena kendala biaya. Keberadaan IKM batik yang merupakan wujud kearifan lokal perlu dipertahankan, namun memiliki masalah kinerja keberlanjutan. Kinerja keberlanjutan adalah pencapaian organisasi dalam profit, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup secara terintegrasi. Untuk itu, diperlukan upaya lain agar IKM batik dapat mencapai kinerja keberlanjutan. Kinerja keberlanjutan di IKM dapat dicapai melalui inbound open innovation, yaitu proses inovasi terdistribusi berdasarkan aliran masuk pengetahuan melintasi batasbatas organisasi yang dikelola secara sengaja, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan organisasi dalam profit, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam penelitian ini, dirancang model yang merepresentasikan hubungan antara faktor pengetahuan, faktor hubungan organisasi, dan inbound open innovation untuk mencapai kinerja keberlanjutan di IKM batik. Inbound open innovation untuk mencapai kinerja keberlanjutan terdiri atas konstruk kinerja keberlanjutan, innovativeness, dan inbound open innovation. Faktor pengetahuan terdiri atas konstruk absorptive capacity, control of knowledge input, distribution of knowledge input, appropriation of knowledge output, desorptive capacity, transformative capacity, connective capacity, inventive capacity, dan innovative capacity. Faktor hubungan organisasi terdiri atas konstruk competence mapping, desorptive capability, networking capability, relational capability, network position, dan network diversity. Pengujian model pengukuran dan model struktural dilakukan dengan Partial Least Square – Structural Equation Modeling (PLS SEM) berdasarkan hasil survei terhadap pemimpin IKM batik di Kota Surakarta, Kabupaten Rembang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep. Pada tahap pengumpulan data, diperoleh total respon lengkap sejumlah 203 respon. Hasil pengujian model penelitian menunjukkan bahwa tingkat akurasi prediktif model tergolong moderat dan substansial. Hal ini teridentifikasi dari nilai koefisien determinasi (R2) untuk konstruk kinerja keberlanjutan, innovativeness, dan inbound open innovation secara berurutan adalah 0,501; 0,541; dan 0,661. Hubungan antar konstruk yang signifikan adalah pengaruh innovativeness terhadap kinerja keberlanjutan (H1), pengaruh inbound open innovation terhadap innovativeness (H2), pengaruh competence mapping (H3), network position (H7), absorptive capacity (H9), appropriation of knowledge output (H12), connective capacity (H15), inventive capacity (H16), dan innovative capacity (H17) terhadap inbound open innovation. Karakterisasi IKM batik pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kinerja keberlanjutan dan tingkat inbound open innovation, dengan memetakan IKM batik ke dalam empat kuadran. Kuadran I terdiri atas IKM batik dengan pencapaian kinerja keberlanjutan yang rendah dan belum mampu melakukan proses inbound open innovation. Karakteristik Kuadran I yaitu menggunakan material yang berpotensi merusak lingkungan hidup, memiliki pencapaian rendah dalam profit, dan melakukan inbound open innovation hanya jika ada ajakan dari pihak eksternal. IKM batik pada Kuadran I disarankan untuk aktif berdiskusi dalam pelatihan, serta berperan aktif dalam komunitas tertentu yang dapat membimbing dalam proses inovasi, sehingga dapat berpindah posisi ke Kuadran III. Kuadran II terdiri atas IKM batik dengan pencapaian kinerja keberlanjutan yang tinggi, namun belum dilakukan berdasarkan proses inbound open innovation. Karakteristik Kuadran II yaitu memiliki tingkat kepuasan karyawan yang tinggi dan inbound open innovation hanya dilakukan jika ada ajakan dari pihak eksternal. IKM batik pada Kuadran II disarankan untuk aktif berdiskusi ketika mengikuti pelatihan, mengidentifikasi praktik terbaik dari IKM batik lain, serta bergabung dan berkontribusi aktif dalam komunitas pengusaha batik setempat, sehingga dapat berpindah posisi ke Kuadran IV. Kuadran III terdiri atas IKM batik yang telah mampu melakukan proses inbound open innovation, namun belum mendukung pencapaian kinerja keberlanjutan. Karakteristik Kuadran III yaitu menggunakan material yang berpotensi merusak lingkungan hidup, belum dapat menjaga biaya produksi agar tidak melebihi anggaran, dan aktif melibatkan pihak eksternal dalam inbound open innovation. IKM batik pada Kuadran III disarankan untuk aktif dan konsisten dalam mencari peluang inbound open innovation, serta aktif berinteraksi dengan pihak eksternal untuk memperoleh bimbingan dalam memahami dan mengeksploitasi pengetahuan baru, sehingga dapat berpindah posisi ke Kuadran IV. Kuadran IV terdiri atas IKM batik dengan pencapaian kinerja keberlanjutan yang tinggi dan didukung oleh kemampuan melakukan proses inbound open innovation. Karakteristik Kuadran IV yaitu berkontribusi pada kegiatan masyarakat sekitar, tingkat kepuasan karyawan yang tinggi, adanya upaya untuk melakukan pengolahan limbah, serta aktif mengikuti melibatkan pihak eksternal dan menjadi narasumber dalam inbound open innovation.