Keberlanjutan telah menjadi kebijakan pembangunan global, termasuk pada sektor
industri. Keberlanjutan ditujukan untuk pencapaian profit untuk pertumbuhan
ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup secara
terintegrasi. Kewajiban industri di Indonesia untuk menerapkan keberlanjutan
berlaku untuk industri besar dan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Industri besar
dapat masuk ke kawasan industri, sehingga memudahkan pemberian fasilitas, serta
pengawasan dan pengendalian untuk memastikan bahwa industri memenuhi
ketentuan keberlanjutan. Sementara itu, IKM tidak mampu bergabung ke kawasan
industri karena kendala biaya. Keberadaan IKM batik yang merupakan wujud
kearifan lokal perlu dipertahankan, namun memiliki masalah kinerja keberlanjutan.
Kinerja keberlanjutan adalah pencapaian organisasi dalam profit, kesejahteraan
masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup secara terintegrasi. Untuk itu,
diperlukan upaya lain agar IKM batik dapat mencapai kinerja keberlanjutan.
Kinerja keberlanjutan di IKM dapat dicapai melalui inbound open innovation, yaitu
proses inovasi terdistribusi berdasarkan aliran masuk pengetahuan melintasi batasbatas
organisasi yang dikelola secara sengaja, dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan organisasi dalam profit, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian
lingkungan hidup. Dalam penelitian ini, dirancang model yang merepresentasikan
hubungan antara faktor pengetahuan, faktor hubungan organisasi, dan inbound open
innovation untuk mencapai kinerja keberlanjutan di IKM batik. Inbound open
innovation untuk mencapai kinerja keberlanjutan terdiri atas konstruk kinerja
keberlanjutan, innovativeness, dan inbound open innovation. Faktor pengetahuan
terdiri atas konstruk absorptive capacity, control of knowledge input, distribution
of knowledge input, appropriation of knowledge output, desorptive capacity,
transformative capacity, connective capacity, inventive capacity, dan innovative
capacity. Faktor hubungan organisasi terdiri atas konstruk competence mapping,
desorptive capability, networking capability, relational capability, network
position, dan network diversity. Pengujian model pengukuran dan model struktural
dilakukan dengan Partial Least Square – Structural Equation Modeling (PLS SEM)
berdasarkan hasil survei terhadap pemimpin IKM batik di Kota Surakarta,
Kabupaten Rembang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, dan
Kabupaten Sumenep. Pada tahap pengumpulan data, diperoleh total respon lengkap sejumlah 203 respon.
Hasil pengujian model penelitian menunjukkan bahwa tingkat akurasi prediktif
model tergolong moderat dan substansial. Hal ini teridentifikasi dari nilai koefisien
determinasi (R2) untuk konstruk kinerja keberlanjutan, innovativeness, dan inbound
open innovation secara berurutan adalah 0,501; 0,541; dan 0,661. Hubungan antar
konstruk yang signifikan adalah pengaruh innovativeness terhadap kinerja
keberlanjutan (H1), pengaruh inbound open innovation terhadap innovativeness
(H2), pengaruh competence mapping (H3), network position (H7), absorptive
capacity (H9), appropriation of knowledge output (H12), connective capacity
(H15), inventive capacity (H16), dan innovative capacity (H17) terhadap inbound
open innovation.
Karakterisasi IKM batik pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kinerja
keberlanjutan dan tingkat inbound open innovation, dengan memetakan IKM batik
ke dalam empat kuadran. Kuadran I terdiri atas IKM batik dengan pencapaian
kinerja keberlanjutan yang rendah dan belum mampu melakukan proses inbound
open innovation. Karakteristik Kuadran I yaitu menggunakan material yang
berpotensi merusak lingkungan hidup, memiliki pencapaian rendah dalam profit,
dan melakukan inbound open innovation hanya jika ada ajakan dari pihak eksternal.
IKM batik pada Kuadran I disarankan untuk aktif berdiskusi dalam pelatihan, serta
berperan aktif dalam komunitas tertentu yang dapat membimbing dalam proses inovasi,
sehingga dapat berpindah posisi ke Kuadran III. Kuadran II terdiri atas IKM batik
dengan pencapaian kinerja keberlanjutan yang tinggi, namun belum dilakukan
berdasarkan proses inbound open innovation. Karakteristik Kuadran II yaitu
memiliki tingkat kepuasan karyawan yang tinggi dan inbound open innovation
hanya dilakukan jika ada ajakan dari pihak eksternal. IKM batik pada Kuadran II
disarankan untuk aktif berdiskusi ketika mengikuti pelatihan, mengidentifikasi
praktik terbaik dari IKM batik lain, serta bergabung dan berkontribusi aktif dalam
komunitas pengusaha batik setempat, sehingga dapat berpindah posisi ke Kuadran IV.
Kuadran III terdiri atas IKM batik yang telah mampu melakukan proses inbound
open innovation, namun belum mendukung pencapaian kinerja keberlanjutan.
Karakteristik Kuadran III yaitu menggunakan material yang berpotensi merusak
lingkungan hidup, belum dapat menjaga biaya produksi agar tidak melebihi
anggaran, dan aktif melibatkan pihak eksternal dalam inbound open innovation.
IKM batik pada Kuadran III disarankan untuk aktif dan konsisten dalam mencari
peluang inbound open innovation, serta aktif berinteraksi dengan pihak eksternal
untuk memperoleh bimbingan dalam memahami dan mengeksploitasi pengetahuan
baru, sehingga dapat berpindah posisi ke Kuadran IV. Kuadran IV terdiri atas IKM
batik dengan pencapaian kinerja keberlanjutan yang tinggi dan didukung oleh
kemampuan melakukan proses inbound open innovation. Karakteristik Kuadran IV
yaitu berkontribusi pada kegiatan masyarakat sekitar, tingkat kepuasan karyawan
yang tinggi, adanya upaya untuk melakukan pengolahan limbah, serta aktif
mengikuti melibatkan pihak eksternal dan menjadi narasumber dalam inbound open
innovation.