digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang memiliki kemampuan menyerap CO2 dalam skala besar dan memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Pulau Semujur merupakan salah satu pulau di Bangka Tengah yang merepresentasikan banyak pulau-pulau kecil di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan struktur komunitas lamun, (2) mengestimasi simpanan karbon pada ekosistem padang lamun, serta (3) menganalisis hubungan antara keduanya di tiga lokasi berbeda yaitu lokasi A, B, dan C. Data struktur komunitas lamun yang dikumpulkan berupa kerapatan, frekuensi, dan tutupan lamun untuk kemudian digunakan dalam menghitung indeks nilai penting, keanekaragaman, kemerataan, dominansi, dan kesamaan. Stok karbon diestimasi pada tiga kompartemen, yaitu biomassa lamun bagian atas (aboveground biomass/AGB), biomassa lamun bagian bawah (belowground biomass/BGB), serta sedimen. Perhitungan kandungan karbon organik biomassa lamun dan sedimen dilakukan dengan menggunakan metode %LOI (loss of ignition). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sebanyak delapan spesies lamun di Pulau Semujur, yaitu Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Oceana serrulata, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum, dan Syringodium isoetifolium. Kerapatan, frekuensi, tutupan lamun, serta indeks nilai penting tertinggi pada ketiga lokasi pengambilan data bervariasi antara empat spesies yaitu E. acoroides, H. uninervis, T. hemprichii, dan T. ciliatum. Indeks keanekaragaman tertinggi dijumpai di lokasi A (1,72), indeks kemerataan tertinggi dijumpai di lokasi C (0,92), dan indeks dominansi tertinggi dijumpai di lokasi B (0,28). Estimasi stok karbon tertinggi diperoleh di lokasi C (75,11 MgC/ha) yang didominasi oleh spesies H. uninervis; selanjutnya yaitu site B (50,55 MgC/ha) didominasi oleh T. hemprichii dan terakhir adalah site A (45,40 MgC/ha) didominasi oleh spesies H. uninervis. Korelasi antara struktur komunitas lamun (densitas dan tutupan lamun) dengan stok karbon menunjukkan korelasi sedang positif (0,430 dan 0,528 berturut-turut) (p < 0,05). Hubungan ekologis tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan karbon biru.