digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Lanskap kerap dirujuk menjadi jembatan untuk mengenal seni rupa, terutama mengenai proses pengamatan dan pencarian keindahan akan obyek alam. Gagasan lanskap yang dikenal secara umum di Indonesia berakar dari tradisi seni lukis Barat, mempengaruhi bagaimana obyek alam dipersepsi sebagai yang terpisah dari dunia manusia. Proses penciptaan seni ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dialog diri dengan ruang untuk melahirkan interpretasi subjektif mengenai alam. Penulis menggunakan konsep serta metode penciptaan citraan lanskap seni rupa Barat yaitu lewat menangkap aspek menyublim pada pengalaman pengamatan langsung akan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sikap aposteriori berperan besar dalam proses penciptaan. Kesubliman ditemukan di luar cara representasi dan pemilihan obyek dalam tradisi representasi lanskap, yaitu dalam pemandangan sehari-hari emisi karbon di cekungan Bandung serta perubahan lanskap di sekitar. Penulis memandang alam sebagai konstelasi obyek alamiartifisial, dan sebab akibat dari hubungan antar obyek di dalamnya. Dalam proses penciptaan, sikap aposteriori memperluas pilihan estetik, artistik, material, dan narasi karena merespon obyek pengamatan yang spesifik. Media assemblage digunakan untuk menyampaikan materialitas dan keterkaitan obyek dalam lanskap; berupa rangkaian obyek alami seperti kayu dan daun yang direkayasa, serta benda-benda readymade yang merepresentasikan lanskap yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Penulis menemukan proses kelantang (bleaching) dalam rekarayasa obyek alami sebagai idiolek yang berulang, dimana penulis cenderung menghilangkan warna dalam obyek karyanya. Menghilangkan warna menjadi idiolek artistik khas penulis, yang dalam proyek ini dimaknai sebagai ambigunya waktu, identitas, dan hidup-mati sebagai aspek perubahan dalam lanskap.