digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Indra Riadi
PUBLIC Irwan Sofiyan

Proses produksi gula kristal putih (GKP) di Indonesia didominasi oleh teknologi sulfitasi. Penggunaan teknologi sulfitasi akan menghasilkan GKP dengan mutu warna kristal dan kadar belerang cukup tinggi. Dalam rangka memperbaiki mutu GKP yang dihasilkan maka teknologi pemurnian nira terkini adalah defekasi remelt dan karbonatasi (DRK) yang menghasilkan kualitas GKP secara visual mirip gula kristal rafinasi. Namun demikian teknologi DRK tahapannya lebih panjang sehingga memerlukan tambahan investasi peralatan dan energi. Pada penelitian ini mengkaji strategi optimasi energi dari boiling house di pabrik gula dengan 2 (dua) teknologi pemurnian nira yang berbeda yaitu proses sulfitasi dan proses DRK dengan gabungan prinsip pinch analysis dan analisis eksergi secara komprehensif serta akan dibandingkan dari sisi energi setelah memiliki jaringan penukar panas yang baru dengan mempertimbangkan pressure drop. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian akan memanfaatkan simulasi process modelling berbantukan simulator komersial untuk mengevaluasi performa boiling house pada 2 (dua) teknologi pemurnian proses sulfitasi dan proses DRK setelah dilakukannya modifikasi terhadap jaringan penukar panas. Pemodelan secara steady state dilakukan menggunakan perangkat lunak Aspen Plus v.11. Sedangkan optimasi energi jaringan penukar panas (HEN) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Aspen Energy Analyzer v.11. Kapasitas giling yang akan ditinjau pada dua proses ini berada pada kapasitas desain 8.000 TCD. Pada proses Sulfitasi, hasil optimasi HEN exergy lost berkurang sebesar 2,17 MW atau turun sebesar 15,89% dari 13,63 MW menjadi 11,46 MW. Nilai eksergi yang menurun menandakan bahwa setelah optimasi dilakukan, terdapat lebih banyak suplai kalor yang dapat ditransfer pada aliran dingin dari aliran panas. Hasil optimasi yang dilakukan berhasil menurunkan beban Low Pressure Steam (LPS) sebesar 17,8% dengan penurunan beban pemanasan sebesar 16,07 MW. Beban LPS sebagai media pemanas evaporator kini berada pada angka 74,15 MW dari beban pemanasan awal 90,22 MW. Kebutuhan pendinginan pada proses sulfitasi yang dibutuhkan hanya sebesar 44,99 MW atau turun sebesar 14,7% dari nilai awal 52,76 MW. Dengan nilai tersebut, kebutuhan utilitas total (penjumlahan terhadap utilitas pemanas dan pendingin) turun sebanyak 18,11% atau sebesar 25,90 MW dari kebutuhan utilitas total base case 142,98 MW menjadi 117,07 MW pada skema optimasi energi HEN. Pada proses DRK, hasil optimasi HEN nilai exergy lost berkurang sebesar 6,30 MW atau turun sebesar 41,69% dari 15,12 MW menjadi 8,82 MW. Nilai eksergi yang menurun menandakan bahwa setelah optimasi dilakukan, terdapat lebih banyak suplai kalor yang dapat di transfer pada aliran dingin dari aliran panas. Hasil optimasi yang dilakukan berhasil menurunkan exhaust steam 15,83% dengan penurunan beban pemanasan sebesar 13,52 MW. Beban exhaust steam sebagai media pemanas kini berada pada angka 71,93 MW dari beban pemanasan awal 85,45 MW. Kebutuhan pendinginan juga menghasilkan penurunan yang signifikan. Setelah optimasi energi HEN, utilitas pendinginan yang dibutuhkan hanya sebesar 49,50 MW atau turun sebesar 8,49% dari nilai awal 57,99 MW. Dengan nilai tersebut, kebutuhan utilitas total (penjumlahan terhadap utilitas pemanas dan pendingin) turun sebanyak 15,34% atau sebesar 22,01 MW dari kebutuhan utilitas total base case 143,44 MW menjadi 121,43 MW. Perbandingan kedua proses untuk nilai energi utilitas panas lebih besar pada proses Sulfitasi sebesar 3%, hal ini disebabkan pada proses DRK terdapat penghematan energi yang diakibatkan oleh adanya condensate Heater (CEX) yang memberikan surplus energi sensible. Sedangkan pada nilai energi utilitas dingin lebih kecil sebesar 9%, hal ini disebabkan oleh proses DRK memiliki lebih banyak unit condenser. Perhitungan pressure drop dilakukan dengan membandingkan skema optimasi HEN dengan konfigurasi base case. Perhitungan dilakukan pada peralatan seperti heat exchanger, pompa, dan perpipaan. Dari hasil kajian setelah dilakukan analisa terhadap efek pressure drop terhadap peralatan, untuk mendapatkan hasil optimasi energi yang diinginkan akan berdampak pada kebutuhan ukuran peralatan yang lebih besar. Dari hasil kajian perbandingan perhitungan ekonomi kedua proses DRK dan Sulfitasi menunjukkan bahwa proses DRK menunjukkan waktu pengembalian modal yang lebih lama dibandingkan dengan proses Sulfitasi. Hal ini disebabkan oleh modal pada proses DRK boiling house lebih besar dibandingkan dengan proses Sulfitasi.