Penggunaan kombinasi obat seperti parasetamol, klorfeniramin maleat,
fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr dapat meningkatkan efisiensi
pemakaian obat dan efektifitas terapi penyakit flu dan batuk. Hal ini menyebabkan
dibutuhkannya suatu metode analisis campuran analit secara simultan untuk
kontrol kualitas sediaan farmasi. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan
metode analisis KCKT parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl
dan dekstrometorfan HBr dalam sirup tanpa dan menggunakan ekstraksi fase
padat. Analisis KCKT tanpa ekstraksi fase padat (metode I) digunakan kolom
fenil (4,6 x 250 mm) ukuran partikel 5µm, fase gerak metanol : air (60:40) berisi
0,34 g kalium dihidrogen fosfat; 0,15 g trietilamin HCl; 0,25 g natrium lauril
sulfat dan 0,1 ml asam fosfat dalam 100 ml larutan, laju alir 1,5 ml/menit, panjang
gelombang deteksi 214 nm untuk klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl,
dekstrometorfan HBr dan 300 nm untuk parasetamol sedangkan analisis KCKT
menggunakan ekstraksi fase padat (metode II) digunakan Oasis MCX 3 mL/60
mg dan panjang gelombang deteksi 214 nm. Pembandingan kedua metode
dilakukan dengan pengujian statistik uji t berpasangan dengan hipotesis nol bahwa
tidak ada perbedaan bermakna pada kedua metode dengan tingkat kepercayaan
95%. Waktu retensi klorfeniramin maleat, parasetamol, fenilpropanolamin HCl
dan dekstrometorfan HBr berturut-turut 1,772; 2,209; 6,031; 29,417 menit dengan
resolusi semua analit lebih dari 1,5; tailing faktor kurang dari 2 dan koefisien
variansi dari waktu retensi dan AUC tidak lebih dari 2%. Persamaan regresi linier
baku pembanding parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan
dekstrometorfan HBr pada metode I berturut-turut y = 3225,348x + 74264,092
dengan r = 0,999; y = 47830,061x + 5040,883 dengan r = 0,995; y = 23230,088x –
5503,159 dengan r = 0,999 dan y = 18810,052x –16376,813 dengan r = 0,995
sedangkan pada metode II berturut-turut y = 8585,436x + 1201129,670 dengan r =
0,883; y = 6025,563x + 37941,492 dengan r = 0,606; y = 7896,055x –21775,708
dengan r = 0,866 dan y = 6656,651x –1895,717 dengan r = 0,842. Batas deteksi
ii
dan batas kuantisasi untuk parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin
HCl dan dekstrometorfan HBr pada metode I berturut-turut 5,956 dan 19,852;
0,072 dan 0,241; 0,117 dan 0,591; 0,321 dan 1,071 mg/L sedangkan pada metode
II berturut-turut 958,639 dan 3195,463; 1,731 dan 5,768; 35,471 dan 118,237;
68,085 dan 226,949 mg/L. Pengujian %perolehan kembali dihasilkan kadar dan
%KV untuk parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan
dekstrometorfan HBr pada metode I berturut-turut 100,86 ± 0,70 dan 0,69; 146,53
± 7,94 dan 5,42; 101,02 ± 0,53 dan 0,53; 97,55 ± 0,30 dan 0,31 % sedangkan pada
metode II berturut-turut 86,30 ± 10,78 dan 12,50; 96,98 ± 14,83 dan 15,29; 87,74
± 27,73 dan 31,60; 143,93 ± 35,43 dan 24,62 %. Metode I dapat digunakan untuk
penentuan kadar parasetamol, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr
dalam sirup tetapi tidak dapat untuk menentukan kadar klorfeniramin maleat
sedangkan metode II tidak dapat digunakan karena hasil parameter validasi tidak
memenuhi persyaratan. Pembandingan kedua metode diperoleh hasil ada
perbedaan bermakna pada kedua metode kecuali pada fenilpropanolamin HCl.