digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penggunaan kombinasi obat seperti parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr dapat meningkatkan efisiensi pemakaian obat dan efektifitas terapi penyakit flu dan batuk. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya suatu metode analisis campuran analit secara simultan untuk kontrol kualitas sediaan farmasi. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan metode analisis KCKT parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr dalam sirup tanpa dan menggunakan ekstraksi fase padat. Analisis KCKT tanpa ekstraksi fase padat (metode I) digunakan kolom fenil (4,6 x 250 mm) ukuran partikel 5µm, fase gerak metanol : air (60:40) berisi 0,34 g kalium dihidrogen fosfat; 0,15 g trietilamin HCl; 0,25 g natrium lauril sulfat dan 0,1 ml asam fosfat dalam 100 ml larutan, laju alir 1,5 ml/menit, panjang gelombang deteksi 214 nm untuk klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl, dekstrometorfan HBr dan 300 nm untuk parasetamol sedangkan analisis KCKT menggunakan ekstraksi fase padat (metode II) digunakan Oasis MCX 3 mL/60 mg dan panjang gelombang deteksi 214 nm. Pembandingan kedua metode dilakukan dengan pengujian statistik uji t berpasangan dengan hipotesis nol bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada kedua metode dengan tingkat kepercayaan 95%. Waktu retensi klorfeniramin maleat, parasetamol, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr berturut-turut 1,772; 2,209; 6,031; 29,417 menit dengan resolusi semua analit lebih dari 1,5; tailing faktor kurang dari 2 dan koefisien variansi dari waktu retensi dan AUC tidak lebih dari 2%. Persamaan regresi linier baku pembanding parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr pada metode I berturut-turut y = 3225,348x + 74264,092 dengan r = 0,999; y = 47830,061x + 5040,883 dengan r = 0,995; y = 23230,088x – 5503,159 dengan r = 0,999 dan y = 18810,052x –16376,813 dengan r = 0,995 sedangkan pada metode II berturut-turut y = 8585,436x + 1201129,670 dengan r = 0,883; y = 6025,563x + 37941,492 dengan r = 0,606; y = 7896,055x –21775,708 dengan r = 0,866 dan y = 6656,651x –1895,717 dengan r = 0,842. Batas deteksi ii dan batas kuantisasi untuk parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr pada metode I berturut-turut 5,956 dan 19,852; 0,072 dan 0,241; 0,117 dan 0,591; 0,321 dan 1,071 mg/L sedangkan pada metode II berturut-turut 958,639 dan 3195,463; 1,731 dan 5,768; 35,471 dan 118,237; 68,085 dan 226,949 mg/L. Pengujian %perolehan kembali dihasilkan kadar dan %KV untuk parasetamol, klorfeniramin maleat, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr pada metode I berturut-turut 100,86 ± 0,70 dan 0,69; 146,53 ± 7,94 dan 5,42; 101,02 ± 0,53 dan 0,53; 97,55 ± 0,30 dan 0,31 % sedangkan pada metode II berturut-turut 86,30 ± 10,78 dan 12,50; 96,98 ± 14,83 dan 15,29; 87,74 ± 27,73 dan 31,60; 143,93 ± 35,43 dan 24,62 %. Metode I dapat digunakan untuk penentuan kadar parasetamol, fenilpropanolamin HCl dan dekstrometorfan HBr dalam sirup tetapi tidak dapat untuk menentukan kadar klorfeniramin maleat sedangkan metode II tidak dapat digunakan karena hasil parameter validasi tidak memenuhi persyaratan. Pembandingan kedua metode diperoleh hasil ada perbedaan bermakna pada kedua metode kecuali pada fenilpropanolamin HCl.