digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jongkok adalah posisi kerja janggal yang secara ergonomis harus dihindari karena memiliki risiko gangguan otot rangka akibat kerja (gotrak) yang tinggi. Namun demikian, posisi kerja ini masih banyak ditemukan pada industri kecil dan informal di Indonesia. Belum banyak penelitian yang membahas atau menganalisis posisi jongkok dengan bebagai variabel biomekanika. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efek kerja jongkok dengan aktivitas puntir pada sudut yang berbeda, menggunakan kelelahan otot sebagai indikatornya. Penelitian dilakukan dengan studi eksperimen di laboratorium memakai indikator kuantatif elektromiografi dan indikator kualitatif skala Borg CR10 pada otot kiri dan kanan dari erector spinae, rectus femoris, dan soleus. Delapan orang pemuda yang biasa jongkok dalam kegiatan sehari-harinya, diminta melakukan simulasi kerja mensortir selama 30 menit dengan memindahkan kotak di lantai seberat 500 gram dari posisi lateral kiri ke lateral kanan dengan variasi sudut 30o dan 60o . Secara umum tidak dijumpai adanya kelelahan otot kecuali rectus femoris kanan pada posisi lateral 30o yang ditandai dengan penurunan signifikan MdF (p < 0.05). Secara deskriptif, peningkatan sudut puntir meningkatkan beban kerja seluruh otot. Namun peningkatan tersebut masih berada dibawah beban limit yang disarankan. Selain itu, aktivitas otot erector spinae dan soleus meningkat antara tiga hingga empat kali dari kerja jongkok tanpa puntiran, dan hasil kualitatif menunjukan ketidaknyamanan maksimum yang dirasakan adalah kuat untuk soleus dan agak kuat untuk erector spinae dan rectus femoris. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kerja jongkok selama 30 menit dengan aktivitas puntir hingga sudut 60o memiliki risiko gotrak yang lebih tinggi pada erector spinae, rectus femoris dan soleus dibandingkan kerja jongkok tanpa aktivitas puntir. Meskipun peningkatan sudut puntir dapat meningkatkan beban kerja pada otot-otot, namun hal ini masih berada dalam batas yang dapat diterima..