Jongkok adalah posisi kerja janggal yang secara ergonomis harus dihindari karena
memiliki risiko gangguan otot rangka akibat kerja (gotrak) yang tinggi. Namun
demikian, posisi kerja ini masih banyak ditemukan pada industri kecil dan informal
di Indonesia. Belum banyak penelitian yang membahas atau menganalisis posisi
jongkok dengan bebagai variabel biomekanika. Tujuan penelitian ini adalah
mengkaji efek kerja jongkok dengan aktivitas puntir pada sudut yang berbeda,
menggunakan kelelahan otot sebagai indikatornya. Penelitian dilakukan dengan
studi eksperimen di laboratorium memakai indikator kuantatif elektromiografi dan
indikator kualitatif skala Borg CR10 pada otot kiri dan kanan dari erector spinae,
rectus femoris, dan soleus. Delapan orang pemuda yang biasa jongkok dalam
kegiatan sehari-harinya, diminta melakukan simulasi kerja mensortir selama 30
menit dengan memindahkan kotak di lantai seberat 500 gram dari posisi lateral kiri
ke lateral kanan dengan variasi sudut 30o dan 60o
. Secara umum tidak dijumpai
adanya kelelahan otot kecuali rectus femoris kanan pada posisi lateral 30o yang
ditandai dengan penurunan signifikan MdF (p < 0.05). Secara deskriptif,
peningkatan sudut puntir meningkatkan beban kerja seluruh otot. Namun
peningkatan tersebut masih berada dibawah beban limit yang disarankan. Selain itu,
aktivitas otot erector spinae dan soleus meningkat antara tiga hingga empat kali
dari kerja jongkok tanpa puntiran, dan hasil kualitatif menunjukan
ketidaknyamanan maksimum yang dirasakan adalah kuat untuk soleus dan agak
kuat untuk erector spinae dan rectus femoris. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
kerja jongkok selama 30 menit dengan aktivitas puntir hingga sudut 60o memiliki
risiko gotrak yang lebih tinggi pada erector spinae, rectus femoris dan soleus
dibandingkan kerja jongkok tanpa aktivitas puntir. Meskipun peningkatan sudut
puntir dapat meningkatkan beban kerja pada otot-otot, namun hal ini masih berada
dalam batas yang dapat diterima..