digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ratna Juwita S Si Apt
PUBLIC yana mulyana

Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak yang dapat disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013). Dengan diketahuinya penyebab stroke bisa beragam, maka seringkali penderita mendapat polifannasi. Oleh karena itu kemungkinan timbulnya masalah terkait Obat (drug related problem) perlu mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan melibatkan apoteker dalam mencegah DRP pada terapi pasien stroke rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental yang bersifat prospektif pada pola pengobatan pasien stroke rawat inap di RSUP Persahabatan Jakarta selama periode September hingga Nopember 2014. Data pengobatan penderita diambil dari rekam medik, catatan perawat, profil pengobatan penderita, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Selain itu, diamati juga kondisi penderita secara langsung selama terapi melalui kunjungan (visite) bersama dokter, apoteker dan perawat. Pembahan kondisi penderita setelah pola pengobatannya diintervensi oleh apoteker juga dicatat sebagai hasil terapi. Dari 1006 jenis terapi obat pada penderita stroke rawat inap di RSUP Persahabatan terdapat 418 masalah terkait obat (DR?) yang antara lain meliputi adanya interaksi Obat, waktu pemberian obat yang tidak tepat, dan ada Dengan adanya intervensi oleh apoteker, DR_P tersebut turun secara bermakna (p<0,05) yaitu interaksi Obat (40,2% turun menjadi 25,1 waktu pemberian obat (32,1% menjadi 0%); ada indikasi tetapi tidak diterapi (10,5% menjadi 2,9%); pemilihan Obat yang tidak tepat (7,2 % menjadi 3,8%); pasien tidak menggunakan Obat karena suatu sebab (5,7% menjadi 2,4%); cara pemberian Obat (2,9% menjadi 0%); dosis obat terlalu rendah (0,7% menjadi 0%); pemberian obat tanpa indikasi (0,5% menjadi 0%) dan dosis obat terlalu tinggi (0,2% menjadi 0%). Adanya intervensi apoteker terlihat juga dari outcome terapi diantaranya penunman gejala stroke yang paling banyak dialami penderita stroke pada saat masuk rumah sakit yaitu kelemahan anggota gerak pada 90,5% penderita turun menjadi 35,8% penderita pada saat pulang, gangguan bicara (pelo) yang diderita 40% penderita tumn menjadi 16,8% penderita saat pulang, gejala sulit menelan dari 29,5% penderita saat masuk rumah sakit turun menjadi 17,9% saat pulang. Melalui intervensi apoteker terhadap pola terapi obat penderita stroke, DRP turun secara bermakna diikuti dengan perbaikan kondisi klinis penderita stroke. Hubungan dan komunikasi yang baik dengan praktisi kesehatan di rumah sakit sangat penting dalam mencegah DRP.