digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Indonesia termasuk negara beriklim tropis, dimana iklim adalah faktor penting dalam menentukan tingkat pelapukan kimia. Pelapukan kimia tersebut akan berperan langsung dalam pembentukan bijih nikel laterit. Indonesia juga merupakan salah satu yang memiliki cadangan bijih nikel (Ni) laterit yang besar di dunia. Sulawesi sendiri merupakan daerah yang memiliki potensi bijih nikel laterit yang besar di Indonesia. Hal ini akibat kontrol morfologi, batuan dasar, dan struktur geologi yang merupakan faktor penting dalam pembentukan bijih nikel laterit yang baik. Daerah Lalomerui sendiri masih sedikit penelitian terkait kontrol geologi terhadap pembentukan bijih nikel laterit. Oleh karena itu, penelitian tentang kajian distribusi bijih nikel laterit di Daerah Lalomerui diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik zonasi endapan nikel laterit serta distribusi bijih daerah penelitian dan menentukan faktor pengontrol distribusi bijih nikel laterit di daerah penelitian. Data yang digunakan adalah data primer berupa 5 sampel batuan dan petrografi serta struktur geologi berupa 35 kekar. Selain itu, terdapat data sekunder berupa data geokimia 121 titik bor, foto inti bor dari 1 titik bor, Digital Elevation Model (DEM), dan peta geologi. Berdasarkan analisis karakterisitik endapan nikel laterit, profil laterit dibagi menjadi zona limonit, saprolit, dan batuan dasar (bedrock). Unsur Ni pada endapan nikel laterit mengalami pengayaan pada zona saprolit dan terjadi pencucian pada lapisan limonit. Unsur Fe, Al, Co, Cr, dan Mn mengalami pengayaan residual pada lapisan limonit. Unsur Si dan Mg mengalami pencucian dari batuan dasar sampai limonit dan adanya pengendapan silika pada zona limonit sampai saprolit pada beberapa titik. Selain itu, daerah penelitian didominasi dengan bijih limonit kadar menengah dan bijih saprolit kadar tinggi. Ketebalan bijih didominasi oleh ketebalan bijih di atas 12 m dan ditemukan 2 titik bor yang tidak mengandung bijih dari 121 titik bor. Bentukan topografi daerah penelitian berdasarkan kemirigan lereng dibagi menjadi flat slope, slight slope, intermediate slope, dan ridge. Hasil analisis menujukkan ketebalan bijih tertinggi berada pada ridge sedangkan hubungan morfologi terhadap kadar Ni bijih menunjukkan hasil yang kurang signifikan. Batuan dasar pada daerah penelitian memiliki korelasi yang kurang signifikan terhadap kadar Ni bijih pada daerah penelitian dan dimungkinkan bahwa kedua batuan dasar sebenarnya memiliki jenis yang sama. Selain itu, pengaruh dari tingkat serpentinisasi yang didominasi tingkat serpentinisasi menengah-tinggi mengakibatkan kontrol batuan dasar terhadap kadar Ni bijih kurang signifikan. Struktur pada daerah penelitian berupa kekar-kekar dan terdapat indikasi sesar naik (N 142o E/85). Daerah sekitar sesar naik di bagian tengah daerah penelitian memiliki kadar Ni bijih yang cukup tinggi. Struktur sesar juga memengaruhi elevesai batuan dasar.