digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Analisis biostratigrafi memegang peranan penting dalam mendefinisikan bio-marker yang digunakan sebagai panduan utama dalam korelasi sumur dan seismik, serta penentuan lingkungan pengendapan dan perubahan fasies dalam pembuatan peta paleogeografi. Akan tetapi, tidak semua sumur dan hanya interval tertentu yang memiliki analisis biostratigrafi. Hal ini berbeda dengan log sumur yang hadir hampir di seluruh sumur. Dalam penelitian ini dibahas peran log sumur yang dikaitkan dengan data bawah permukaan lainnya dalam mencari korelasi antara data log resistivitas dengan bathimetri yang berasal dari analisis biostratigrafi dan pemanfaatan hasil korelasi tersebut dalam merekonstruksi paleogeografi daerah penelitian. Data-data yang digunakan antara lain laporan analisis mikropaleontologi, data log tali kawat, data log dipmeter, seismik 2D, laporan deskripsi serbuk bor dan teras dinding, laporan akhir sumur, serta studi regional. Berdasarkan analisis biostratigrafi pada empat (4) sumur eksplorasi diperoleh rentang umur interval penelitian dari P21 – N14 atau ekivalen dengan umur Oligosen Akhir – Miosen Tengah dan bathimetri yang berkisar dari marginal marine – upper bathyal. Analisis biostratigrafi ini dikombinasikan dengan pola log sinar gamma dan runtunan lithologi log lumpur untuk mendapatkan marker sikuen. Terdapat empat marker sikuen yaitu SB-0 yang ekivalen dengan puncak batuan dasar dan batas atas Kelompok Kelesa (akhir fase syn-rift), MFS-0 ekivalen dengan puncak genang laut Formasi Telisa pada umur awal Miosen Awal, SB-1 ditandai dengan batas tegas pada awal Miosen Tengah setara dengan Formasi Binio, dan MFS-1 merupakan genang laut terakhir sebelum terjadi pendangkalan secara regional. Berdasarkan perhitungan salinitas air formasi terhadap semua sumur, hasil yang diperoleh dikalibrasikan dengan analisis paleo-bathimetri dari empat sumur (AZP-1, AZP-2, AZP-3, dan AZP-5) yang memiliki data biostratigrafi. Konsentrasi klorida yang didapat, kemudian diplot dan disebandingkan dengan hasil perhitungan salinitas air formasi dari log sumur. Pada ke-empat sumur tersebut, diperoleh nilai dan tren salinitas yang serupa pada interval yang tidak mengandung hidrokarbon. Sedangkan pada interval yang mengindikasikan adanya kehadiran hidrokarbon, nilai salinitas pada log sumur menunjukkan suatu anomali (seolah-olah nilai salinitas berkurang dengan signifikan). Anomali ini terjadi karena nilai resistivitas dari hidrokarbon hampir sama dengan nilai resistivitas air tawar (nilai resistivitas tinggi). Paleogeografi interval SB0 – MFS0, menunjukkan adanya dua deposenter yang dipisahkan oleh tinggian lokal (inter basinal ridge). Deposenter pada bagian barat diinterpretasikan berupa endapan braided delta yang merupakan sistem pengisian lembah purba (incised valley fill) dan deposenter di bagian timurlaut diinterpretasikan sebagai endapan braided delta. Pada interval MFS0 – SB1, deposenter mengalami penebalan ke arah selatan berupa endapan slope turbidite. Deposenter yang berkembang di tinggian inter basinal ridge diendapkan berupa kompleks delta. Dan pada interval SB1 – MFS1, dua deposenter yang berada di bagian timur dari tinggian yang ada dibatasi oleh relief yang diinterpretasikan sebagai endapan gosong pasir dari periode sebelumnya. Kedua deposenter ini diinterpretasikan sebagai suatu kompleks delta.