Analisis biostratigrafi memegang peranan penting dalam mendefinisikan bio-marker
yang digunakan sebagai panduan utama dalam korelasi sumur dan seismik, serta
penentuan lingkungan pengendapan dan perubahan fasies dalam pembuatan peta
paleogeografi. Akan tetapi, tidak semua sumur dan hanya interval tertentu yang
memiliki analisis biostratigrafi. Hal ini berbeda dengan log sumur yang hadir hampir
di seluruh sumur.
Dalam penelitian ini dibahas peran log sumur yang dikaitkan dengan data bawah
permukaan lainnya dalam mencari korelasi antara data log resistivitas dengan
bathimetri yang berasal dari analisis biostratigrafi dan pemanfaatan hasil korelasi
tersebut dalam merekonstruksi paleogeografi daerah penelitian. Data-data yang
digunakan antara lain laporan analisis mikropaleontologi, data log tali kawat, data log
dipmeter, seismik 2D, laporan deskripsi serbuk bor dan teras dinding, laporan akhir
sumur, serta studi regional.
Berdasarkan analisis biostratigrafi pada empat (4) sumur eksplorasi diperoleh rentang
umur interval penelitian dari P21 – N14 atau ekivalen dengan umur Oligosen Akhir –
Miosen Tengah dan bathimetri yang berkisar dari marginal marine – upper bathyal.
Analisis biostratigrafi ini dikombinasikan dengan pola log sinar gamma dan runtunan
lithologi log lumpur untuk mendapatkan marker sikuen. Terdapat empat marker
sikuen yaitu SB-0 yang ekivalen dengan puncak batuan dasar dan batas atas
Kelompok Kelesa (akhir fase syn-rift), MFS-0 ekivalen dengan puncak genang laut
Formasi Telisa pada umur awal Miosen Awal, SB-1 ditandai dengan batas tegas pada
awal Miosen Tengah setara dengan Formasi Binio, dan MFS-1 merupakan genang
laut terakhir sebelum terjadi pendangkalan secara regional.
Berdasarkan perhitungan salinitas air formasi terhadap semua sumur, hasil yang
diperoleh dikalibrasikan dengan analisis paleo-bathimetri dari empat sumur (AZP-1,
AZP-2, AZP-3, dan AZP-5) yang memiliki data biostratigrafi. Konsentrasi klorida
yang didapat, kemudian diplot dan disebandingkan dengan hasil perhitungan salinitas
air formasi dari log sumur. Pada ke-empat sumur tersebut, diperoleh nilai dan tren salinitas yang serupa pada interval yang tidak mengandung hidrokarbon. Sedangkan
pada interval yang mengindikasikan adanya kehadiran hidrokarbon, nilai salinitas
pada log sumur menunjukkan suatu anomali (seolah-olah nilai salinitas berkurang
dengan signifikan). Anomali ini terjadi karena nilai resistivitas dari hidrokarbon
hampir sama dengan nilai resistivitas air tawar (nilai resistivitas tinggi).
Paleogeografi interval SB0 – MFS0, menunjukkan adanya dua deposenter yang
dipisahkan oleh tinggian lokal (inter basinal ridge). Deposenter pada bagian barat
diinterpretasikan berupa endapan braided delta yang merupakan sistem pengisian
lembah purba (incised valley fill) dan deposenter di bagian timurlaut diinterpretasikan
sebagai endapan braided delta. Pada interval MFS0 – SB1, deposenter mengalami
penebalan ke arah selatan berupa endapan slope turbidite. Deposenter yang
berkembang di tinggian inter basinal ridge diendapkan berupa kompleks delta. Dan
pada interval SB1 – MFS1, dua deposenter yang berada di bagian timur dari tinggian
yang ada dibatasi oleh relief yang diinterpretasikan sebagai endapan gosong pasir dari
periode sebelumnya. Kedua deposenter ini diinterpretasikan sebagai suatu kompleks
delta.