Daerah Cipatujah dan Karangnunggal terletak pada daerah selatan Kabupaten
Tasikmalaya. Secara fisiografi, daerah penelitian pada Kala akhir Oligosen hingga
Miosen Akhir merupakan bagian dari perkembangan Cekungan Belakang Busur dari
Cekungan Bogor. Daerah penelitian memiliki kondisi geologi yang terdiri dari Formasi
Jampang yang terdiri dari batuan vulkanik berumur akhir Oligosen – Miosen Awal,
Formasi Kalipucang dan Formasi Pamutuan yang terdiri dari batuan sedimen berumur
Miosen Tengah, dan Formasi Bentang yang terdiri dari batuan sedimen berumur
Miosen Akhir. Formasi Jampang merupakan batuan vulkanik yang sebagiannya
terendapkan pada lingkungan laut. Formasi ini terbentuk pada bagian zona subduksi
busur vulkanik dari cekungan belakang busur dari Proto Cekungan Bogor sehingga
memungkinkan terjadinya proses alterasi dan mineralisasi yang berlangsung pada
lingkungan laut. Hal ini diperkuat dari penemuan JICA tahun 1996 yang melaporkan
adanya produk alterasi dan mineralisasi seperti gipsum, barit, dan serisit yang terdapat
pada batuan vulkanik Jampang di daerah selatan Tasikmalaya, sehingga dilakukanlah
penelitian lanjutan. Penelitian ini merupakan hasil dari pemetaan permukaan dengan
analisis sampel berupa analisis petrografi, mineragrafi dan difraksi sinar X (XRD).
Hasil pemetaan lapangan mengungkapkan bahwa pada Formasi Jampang terdiri dari
satuan lava, satuan tuf, dan satuan breksi vulkanik. Formasi Kalipucang terdiri atas
batupasir gampingan, Formasi Pamutuan terdiri atas batugamping pasiran, dan Formasi
Bentang terdiri dari satuan Batupasir tufan dan batupasir gampingan. Produk alterasi
dan mineralisasi pada daerah Cipatujah dan Karangnunggal ditemukan pada litologi
lava, tuf, dan breksi vulkanik dari Formasi Jampang. Hasil dari pemetaan lapangan
tersebut kemudian dikelompokan melalui asosiasi batuan, alterasi, dan mineralisasinya,
yang kemudian dilakukan analisis petrografi, mineragrafi, dan difraksi sinar X (XRD).
Dari hasil analisis dan pemetaan, ditemukan 2 area yang memiliki karakteristik alterasi
dan mineralisasi secara signifikan yaitu Area Jodang dan Area Cikapinis. Alterasi area
Jodang dibagi kedalam zonasi Silisifikasi dan zonasi sub-propilitik yang terdiri dari
asosiasi alterasi Kuarsa +Ilite ±Klorit ±Kaolin ±Zeolit ±Serisit. Mineralisasi area
Jodang berupa Azurit, Malakit, Pirit, Kalkopirit, Gipsum, Anhidrit, Barit, dan Jasper.
Zonasi alterasi dan mineralisasi berderajat rendah ini diinterpretasi merupakan bagian
dari sistem epitermal bawah laut yang didekatkan kepada sistem sulfida masif vulkanik bawah laut fasies distal. Kehadiran alterasi dan mineralisasi pada Area Jodang terdapat
secara diseminasi dan sebagai pengisi rekahan pada litologi tuf dan breksi vulkanik
Formasi Jampang. Sedangkan Alterasi area Cikapinis dibagi kedalam zonasi
Silisifikasi dan Zonasi Filik dengan asosiasi alterasi Kuarsa +Pirofilit ±Serisit
±Kristobalit. Mineralisasi yang ditemukan di area Cikapinis berupa pirit, kalkopirit,
sfalerit, dan markasit. Zonasi alterasi dan mineralisasi area ini merupakan himpunan
asosiasi mineral alterasi derajat menengah yang diperkirakan merupakan bagian dari
sistem hidrotermal porfiri bawah laut yang didekatkan kepada sistem sulfida masif
vulkanik fasies medial. Kehadiran alterasi dan mineralisasi pada Area Cikapinis
terdiseminasi dan juga mengisi rekahan pada litologi tuf dan breksi vulkanik Formasi
Jampang. Mineralisasi daerah penelitian umumnya terdapat pada zonasi sub propilitik
dan filik dengan kontrol struktur dan litologi. Petrogenesis dan paragenesa daerah
penelitian secara simplifikasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu: (1) Pembentukan Cekungan
Bogor dan aktivasi vulkanisme pada akhir Oligosen (2) Pembentukan Formasi
Jampang dan bijih sulfida masif pada Kala Miosen Awal (3) Pengendapan sedimen
Formasi Pamutuan dan Formasi Kalipucang, serta intrusi granodiorit pada Kala Miosen
Tengah (4) Pengendapan sedimen Formasi Bentang pada Miosen Akhir.