ABSTRAK Annisa Meliana Shani
PUBLIC Alice Diniarti
COVER_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB I_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB II_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB III_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB IV_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB V_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Annisa Meliana Shani
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
LAMPIRAN_Annisa Meliana Shani.pdf
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Sejak mewabahnya pandemi Coronavirus disease-2019 (Covid-19) yang disebabkan oleh Severe Acute
Respiratory Syndrome-Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) pada tahun 2019 silam, hingga saat ini World
Health Organization (WHO) belum menyatakan hilangnya status pandemi tersebut. Karena itu,
pengembangan vaksin sebagai salah satu tindakan preventif untuk menangani Covid-19, masih
memiliki urgensi untuk dilakukan. Fenomena evolusi pada SARS-CoV-2 terus menyebabkan lahirnya
varian virus SARS-CoV-2 yang baru, sehingga menyebabkan perubahan karakteristik pada setiap
varian. Vaksin bersifat mutation-resistant diperlukan untuk mengatasi berbagai macam probabilitas
mutasi pada virus. Melalui metode Reverse Vaccinology dapat dilakukan desain vaksin multiepitop
yang berpotensi dapat memicu respon imun baik secara seluler maupun humoral serta memiliki sifat
mutation-resistant. Penelitian secara in silico telah dilakukan untuk mendesain vaksin multiepitop
menggunakan kombinasi fusi protein Spike dan protein NSP3 SARS-CoV-2. Perkembangan kandidat
vaksin tersebut sejauh ini telah berhasil diekspresikan secara in vitro pada bakteri E.coli BL21(DE3).
Berdasarkan peta perjalanan pengembangan vaksin maka pada penelitian ini dilakukan studi in vivo
yakni uji imunogenisitas kandidat vaksin. Pengujian in vivo kandidat vaksin dilakukan pada mencit
(Mus musculus) galur BALB/c. Pengujian dilakukan dengan memberikan kombinasi kandidat vaksin
dan adjuvant alum fosfat Adju-Phos® dengan rasio 1:1 (v/v) 60 ?g per mencit. Kelompok mencit
kontrol protein E.coli BL21(DE3) non-transforman diinjeksikan dengan kombinasi protein E.coli BL21
(DE3) non-transforman terpurifikasi dan Adju-Phos®, sementara kelompok mencit kontrol buffer
diberikan PBS dan Adju-Phos® dengan volume yang serupa. Substansi uji diadministrasikan secara
subkutan di bagian tengkuk pada hari ke-0 (vaksinasi primer), hari ke-14 (vaksinasi booster ke-1), dan
hari ke-28 (vaksinasi booster ke-2). Pengambilan serum dilakukan pada 1 hari sebelum vaksinasi
primer, 7 hari setelah vaksinasi primer, 7 hari setelah vaksinasi booster ke-1, dan 14 hari setelah
vaksinasi booster ke-2. Analisis imunogenisitas kandidat vaksin dilakukan dengan metode sandwich
ELISA. Pengamatan berat badan mencit diamati sejak satu hari sebelum vaksinasi hingga 42 hari
setelahnya. Pengamatan suhu tubuh mencit dilakukan setiap sebelum vaksinasi, 3 jam pascavaksinasi,
6 jam pascavaksinasi dan 24 jam pascavaksinasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu badan
mencit pada setiap kelompok tidak berbeda secara signifikan (P>0,05). Perubahan berat badan mencit
betina pada seluruh kelompok perlakuan tidak berbeda secara signifikan (P>0,05). Akan tetapi, pada
mencit jantan kelompok kandidat vaksin menunjukkan berat badan yang lebih tinggi secara signifikan
terhadap kontrol E.coli non-transforman-Alum (P=0,0007) maupun kontrol PBS-Alum (P=0,0007).
Hasil analisis ELISA menunjukkan bahwa pada kelompok kandidat vaksin, baik pada mencit jantan
dan betina, antibodi IgG berhasil terbentuk pada hari ke-21 (P<0,05). Lebih jauh lagi, IgG pada
kelompok kandidat vaksin meningkat secara signifikan pada hari ke-42 (P<0,05). Berdasarkan hasil
penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kandidat vaksin bersifat imunogenik pada mencit BALB/c.