digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Selvy Yolanda
PUBLIC Rita Nurainni, S.I.Pus

Periode aktif monsun merupakan salah satu fase penting dalam siklus hidup monsun, namun belum didefinisikan secara operasional oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Namun demikian, awal musim hujan merupakan salah satu produk operasional BMKG, yang ditentukan secara lokal berdasarkan kriteria akumulasi curah hujan selama sepuluh hari. Pada penelitian ini, dikembangkan metode penentuan periode aktif monsun dengan menggabungkan kriteria curah hujan lokal dan sumber kelembapan regional. Sumber kelembapan regional terlebih dahulu dianalisis secara klimatologis dengan menerapkan analisis harmonik dan memilih bulan dengan curah hujan maksimum dari siklus tahunan. Sumber transpor kelembapan kemudian diidentifikasi dari hasil analisis backward trajectory menggunakan model Hybrid Single-Particle Lagrangian Integrated Trajectory (HYSPLIT). Sumber kelembapan dominan kemudian digunakan sebagai kriteria monsun aktif; kriteria tambahan curah hujan lokal ditentukan sebagai curah hujan rata-rata pentad yang melebihi ambang batas dengan nilainya tergantung pada data yang digunakan. Metode ini diterapkan untuk menentukan periode aktif monsun di Pulau Jawa dengan puncak curah hujan bulanan pada bulan Februari (Region A). Ditemukan bahwa periode aktif monsun di Region ini ditandai oleh sumber kelembapan dominan dari Samudra Hindia (IO) (29,4%) dan benua maritim utara (NM) (25,4%), sedangkan ambang batas curah hujan lokal rerata adalah 7 mm (berdasarkan data reanalisis ERA5). Hasilnya menunjukkan bahwa periode aktif monsun dapat diidentifikasi sebagai pentad berkesinambungan. Namun, terdapat beberapa pentad dengan hanya satu kriteria yang terpenuhi. Analisis komposit menunjukkan bahwa kasus-kasus ini mungkin terjadi akibat kondisi yang terkait dengan variasi intraseasonal, seperti monsun break, MJO, dll. Penerapan metode ini ke region lainnya masih terbatas pada identifikasi sumber kelembapan. Ditemukan bahwa, secara umum NM memberikan kontribusi signifikan terhadap sumber kelembapan selama periode aktif monsun di Indonesia, namun ada perbedaan kontribusi sumber dari wilayah lainnya. Namun demikian, metode yang dikembangkan dalam penelitian ini menjanjikan sebagai cara baru untuk memantau onset monsun, setidaknya di Region A.