digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Rahmat H 22009022.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Cover.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB I Pendahuluan.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB II Georegional.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB III Teori SerpihMinyak.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB IV Data dan Metode.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB V Pembahasan.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB VI Kesimpulan.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Lampiran.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Serpih minyak adalah kelompok batuan sedimen berbutir halus yang mengandung material organik tinggi yang dinamakan kerogen, yaitu bagian material organik dalam batuan sedimen yang tidak dapat larut dalam pelarut organik biasa. Serpih minyak merupakan salahsatu batuan induk minyak yang tidak memiliki kematangan termal yang cukup untuk mengubah material organik menjadi minyak. Serpih minyak merupakan salahsatu sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan. Di Indonesia, serpih minyak tergolong energi baru yang pemanfaatannya hingga saat ini belum optimal. Bersama dengan sumber energi alternatif lain, baik dari sumber energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, serpih minyak diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada bauran energi nasional sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi bahan bakar minyak konvensional selama ini. Cekungan Ombilin merupakan suatu cekungan antarpegunungan, membentuk cekungan struktur dan sedimen yang berasosiasi dengan sesar-sesar tensional dan anjakan sepanjang Sistem Sesar Sumatra. Adanya rembesan minyak dan keberhasilan pemboran Sinamar-1 pada tahun 1983 membuktikan terdapat suatu sistem petroleum aktif pada sedimen Tersier Cekungan Ombilin dengan Formasi Sangkarewang diperkirakan bertindak sebagai batuan induk. Karakterisasi serpih minyak berbasis evaluasi batuan induk dilakukan pada batuan klastik halus yang diperoleh dari pemboran sumur TL-1 dan TL-2 di daerah Talawi, Sumatra Barat. Evaluasi dilakukan untuk mengkaji potensi serpih minyak pada sumur tersebut, mengingat terdapat interval tertentu pada Formasi Sangkarewang yang merupakan batuan induk dengan tingkat kematangan termal rendah, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai serpih minyak. Secara litologi, geokimia, petrografi dan retort, hasil analisis menunjukkan bahwa batuan klastik halus pada sumur TL-1 dan TL-2 memiliki karakteristik sebagai serpih minyak. Evaluasi batuan induk pada serpih minyak tersebut menunjukkan potensi hidrokarbon sangat bagus (TOC > 2%) dengan kecenderungan membentuk minyak (Kerogen Tipe I dan II), tetapi masih memiliki tingkat kematangan termal yang relatif rendah (Ro <0,65%, Tmaks antara 4340 -4430 C, nilai CPI>1, dominasi fraksi NSO pada ekstrak batuan dan rasio beberapa biomarker penentu tingkat kematangan termal). Hasil analisis retort menunjukkan adanya kesebandingan antara nilai kandungan karbon organik total dengan minyak yang dihasilkan selama analisis retort. Analisis kerogen dan maseral menunjukkan material organik berasal dari alga dengan kontribusi tumbuhan tinggi asal darat yang diendapkan pada lingkungan perairan danau. Kehadiran fungal spora yang melimpah merupakan indikator iklim yang hangat dan basah. Tipe serpih minyak, diidentifikasi berdasarkan kelompok maseral dominannya yaitu lamalginit, menunjukkan serpih minyak lakustrin tipe Lamosit. Proses biodegradasi teridentifikasi pada contoh minyak, terlihat dari sebagian besar gugus n-alkana pada kromatogram sudah berkurang akibat dikonsumsi oleh bakteri aerobik. Korelasi menggunakan biomarker fraksi saturat antara batuan dan minyak menunjukkan kesamaan asal-usul lingkungan pengendapan danau dan asal material organik, tetapi dengan perbedaan tingkat kematangan termal. Kematangan termal yang relatif masih rendah pada Formasi Sangkarewang dapat dikaitkan dengan proses pengangkatan dan erosi yang berlangsung di Cekungan Ombilin bagian baratlaut (sub-cekungan Talawi) pada saat perkembangan sesar Tanjung Ampalo yang mempengaruhi pembentukan graben berumur Neogen. Proses ini menyebabkan sedimen Formasi Sangkarewang di daerah Talawi mengalami gangguan pemendaman lebih lanjut. Mengacu pada klasifikasi fasies Humphrey’s dkk. pada Formasi Sangkarewang, dapat disimpulkan bahwa serpih pada titik bor TL-1 mewakili fasies kedua yang dicirikan susunan batupasir berbutir halus dengan sisipan batulanau yang diendapkan pada lingkungan tepi danau, sedangkan titik bor TL-2 mewakili fasies pertama terdiri dari papery shales yang tersusun oleh serpih kaya organik dengan laminasi batupasir halus dan batulanau yang diendapkan pada lingkungan perairan anoksik danau. Pada kondisi saat ini, endapan serpih yang terdapat pada titik bor TL-1 dan TL-2 dapat dikategorikan sebagai serpih minyak yang memiliki potensi bagus menghasilkan hidrokarbon, akan tetapi masih memiliki tingkat kematangan termal yang rendah. Potensi hidrokarbon pada serpih minyak tersebut dapat diolah dan dimanfaatkan melalui suatu pirolisis buatan.