Risiko terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat meningkat ketika air limbah
mengalir ke sungai terdekat terkontaminasi bakteri resisten antibiotik. Akan tetapi, masih
terbatas penelitian yang telah membandingkan pola resistensi bakteri di sungai dan berbagai
limbah di Indonesia. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan pola resistensi antibiotik
Escherichia coli pada sampel air dari sembilan lokasi di sepanjang Sungai Citarum Hulu,
termasuk limbah cair dari lima perusahaan farmasi dan dua rumah sakit. Pada Chromocult®
Coliform Agar ES, jumlah koloni yang rentan dan resisten dievaluasi menggunakan metode
pengenceran agar. Sebelas antibiotik, yaitu amoxicillin, amoxiclav, tetracycline,
thiamphenicol, oxytetracycline, gentamisin, ceftazidime, clindamycin, erythromycin,
cefotaxime, dan meropenem digunakan untuk menentukan profil resistensi. Karakteristik
fisikokimia sampel dari sungai dan air limbah diukur. Hasilnya menunjukkan bahwa air limbah
rumah sakit dan farmasi lebih mungkin mengandung AREc. Escherichia coli, yang resisten
terhadap klindamisin, eritromisin, tetrasiklin, dan tiamfenikol, merupakan bakteri yang paling
melimpah di limbah perusahaan farmasi (49.550 ± 66.447 cfu/100mL) dan memiliki proporsi
AREc terbesar (70,1% koloni resisten terhadap setidaknya satu kelas antibiotik). 1.800
CFU/100mL Escherichia coli yang tahan meropenem ditemukan di asupan pabrik pengolahan
air limbah rumah sakit. Karena penumpukan AREC dari air limbah, Escherichia coli di sungai
juga ditemukan resisten terhadap antibiotik yang lebih beragam. Bagian hilir sungai
Dayeuhkolot memiliki konsentrasi AREc tertinggi (11,5% dari 36,825 ±18954 CFU/100 mL),
yang resisten terhadap klindamisin, amoksiklav, meropenem, tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan
amoksisilin. Oleh karena itu, ada pentingnya untuk mengeliminasi sumber bakteri resisten
antibiotik di DAS Citarum Hulu. Dalam studi selanjutnya, profil resistensi dapat digunakan
sebagai perpustakaan fenotipik untuk pelacakan sumber mikroba.