digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Selama lebih dari 5 dekade, Perusahaan ABC telah mengoperasikan salah satu konsesi minyak dan gas terbesar di Indonesia. Perusahaan ini terkenal dengan teknologinya yang memimpin operasi waterflood dan steamflood di Indonesia dan dunia. Lapangan Kappa merupakan salah satu lapangan minyak tua yang ditemukan oleh perusahaan pada tahun 1965 dan mulai berproduksi pada tahun 1971. Seiring berjalannya waktu, produksi minyak lapangan secara alami menurun meskipun telah diterapkan teknologi waterflood pada tahun 1990. Produksi tertinggi lapangan Kappa pasca-waterflood mencapai lebih dari 30.000 barel pada tahun 2001. Saat ini, lapangan Kappa masih memproduksi lebih dari 10.000 barel minyak per hari dari 250 sumur produsen minyak dan 90 sumur injeksi air. Salah satu upaya untuk menahan penurunan produksi lapangan adalah dengan melakukan pekerjaan workover pada sumur-sumur yang ada. Strategi ini dijalankan secara mendalam oleh perusahaan sejak 2018, ketika konsesi blok hampir berakhir dan pengeboran sumur baru dinilai tidak memberikan arus kas jangka pendek. Namun, hasil kampanye pekerjaan workover pasca-eksekusi Q1 2020 di reservoir Bravo reservoir, lapangan Kappa, tidak memberikan hasil produksi yang baik seperti yang diharapkan. Investigasi dilakukan untuk memahami akar penyebab dari kinerja yang buruk menggunakan sesi brainstorming dalam proses lookback perusahaan. Diagram Why-Tree digunakan sebagai alat untuk mengaktifkan tim semua akar penyebab potensial. Pareto Chart juga menentukan penyebab utama yang perlu mendapat perhatian. Dari tujuh (7) akar penyebab potensial, disimpulkan bahwa penyebab utama gagalnya pekerjaan workover di reservoir Bravo disebabkan oleh kualitas reservoir yang lebih rendah, sehingga sumur membutuhkan perawatan workover seperti pekerjaan hydraulic fracturing agar lebih banyak minyak yang dapat diproduksi. Dua alternatif solusi diusulkan dan dianalisis berdasarkan dampak produksi, biaya dan ekonomi: (1) Melakukan pekerjaan hydraulic fracturing di sumur minyak, dan (2) Meningkatkan injeksi air. Alternatif 1 diprediksi dapat menghasilkan volume minyak sebesar 64 MBO untuk produksi 1 tahun dengan DPI 1.7, NPV = $158M dan Pay Out Time = 1.9 bulan. Sedangkan Alternatif 2 menghasilkan volume minyak sebesar 37 MBO dengan DPI 1.48, NPV = $84M dan Pay Out Time = 1.9 bulan. Dari sisi respon produksi, Alternatif 1 diperkirakan akan berproduksi tiga bulan lebih awal dibandingkan dengan Alternatif 2, sehingga dapat terkumpul sebelum kontrak blok berakhir. Dengan menggunakan parameter DPI sebagai acuan, Alternatif 1 dipilih sebagai solusi terbaik berdasarkan keekonomian dan hasil produksi.